2.1 Dasar Pemikiran Standarlisasi Profesi
Konselor
Standarisasi
diperlukan oleh setiap profesi. Standarisasi profesi konselor dilakukan atas
dasar pertimbangan sebagai berikut :
1. Keberadaan konselor
dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen,
pamong belajar, dst (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 6).
2.
PP nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
3. UU nomor 14 tentang
Guru dan Dosen, dalam UU No.14 dijelaskan bahwa konselor memiliki keunikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak sama persis dengan guru
4.
Pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor
berada dalam konteks tugas “kawasan pelayanan yang bertujuan memandirikan
individu dalam memotivasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan
tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih
serta mempertahankan karir untuk mewujudkan kehidupan yang produktif dan
sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemaslahatan umum
melalui pendidikan”.
5.
Ekspektasi kinerja konselor yang mengampu pelayanan bimbingan
dan konseling selalu digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu
menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan
kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati
kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak pelayanannya itu terhadap
pengguna pelayanan, sehingga pengampu pelayanan professional itu juga dinamakan
the reflective practitioner.
2.
Persyaratan kepribadian/kecocokan pribadi
Kualifikasi pribadi
yang harus dimiliki oleh konsleor sekolah yaitu :
a.
Mempunyai pemahaman terhadap orang lain secara obyektif dan
simpatik
b.
Mempunyai kemampuan untuk bekerjasama yang baik dengan orang
lain
c.
Memahami batas-batas kemampuan yang ada pada dirinya
d.
Mempunyai minat yang mendalam dengan individu-individu/para siswa
dan berkeinginan sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan kepada mereka
e.
Mempunyai kematangan emosi, kedewasaan pribadi, mental, sosial
dan fisik.
3.
Persyaratan sifat dan
sikap
a.
Sifat genuin. Dalam mengadakan hubungan, konselor harus
mmemperlihatkan sifat keaslian dan tidak berpura-pura.
b.
Sikap konselor dalam menerima konseli. Konselor hendaknya
memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya atas dasar adanya
penghargaan terhadap diri konseli.
c.
Penuh pengertian terhadap konseli. Konselor hendaknya memiliki
kemampuan untuk menunjukkan sikap penuh pengertianterhadap konseli. Pengertian
konselor yang menyangkut diri konseli adalah segala sesuatu yang telah
diungkapkan oleh konseli baik verbal maupun non verbal.
d.
Sifat jujur dan kesungguhan. Konselor sebaiknya bisa bersikap
jujur terhadap dir sendiri maupun konseli. Kejujuran dan kesungguhan
konselor akan menumbuhkan saling pengertian dan penghargaan, sehingga dapat
mendorong konseli menemukan dirinya secara jujur dengan kacamata yang lebih
realistis.
e.
Kemampuan berkomunikasi. Keterampilan utama yang harus dimiliki
konselor adalah mengkomunikasikan
pemahamannya tentang konseli. Konselor harus dapat menghidupkan proyeksinya
dengan perasaannya dan dapat ditangkap serta dimengerti oleh konseli sebagai
pernyataan yang penuh penerimaan dan pengetian.
f.
Kemampuan berempati. Konselor dituntut untuk memiliki kemampuan
berempati. Sikap empati yaitu sikap menempatkan diri pada situasi orang lain.
g.
Kemampuan membina keakraban. Untuk membina hubungan yang nyaman
antara konselor dan konseli, konselor dituntut untuk memiliki kemampuan membina
keakraban. Karena keakraban itu merupakan syarat yang sangat penting dalam
hubungan konseling.
h.
Sikap terbuka keterbukaan konseli akan terwujud apabila ada
keterbukaan konselor. Keterbukaan konselor memiliki peranan yang penting untuk
menggugah keterbukaan konseli dalam mengemukakan masalahnya.
2.1
Identitas
Konselor
Dalam
konteks keilmuan, bimbingan dan konseling terletak dalam wilayah ilmu upervise,
dengan uper kajian utama bagaimana memfasilitasi dan membawa manusia berkembang
dari kondisi apa adanya kepada bagaimana seharusnya. Seorang
konselor hendaknya memiliki kemampuan untuk memahami gambaran perilaku individu
masa depan, dan konselor datang lebih awal memasuki dunia konseli.
Sejarah menunjukkan terjadinya ragam
pemaknaan dan pemahaman terhadap bimbingan dan konseling, dan menghadapkan
konselor kepada konflik, ketidak konsistenan, dan ketidak kongruenan peran.
Untuk mempersempit kesenjangan semacam ini perlu ada langkah penguatan dan
penegasan peran dan identitas profesi. Langkah-langkah tersebut adalah :
1.
Memahamkan Kepala Sekolah
Diyakini bahwa dukungan kepala sekolah
dalam implementasi dan penanganan progam bimbingan dan konseling, di sekolah,
sangat esensial. Hubungan antara kepala sekolah dengan konselor sangat penting
terutama di dalam menentukan keefektivan program. Kepala sekolah yang memahami
dengan baik profesi bimbingan dan konseling akan: (a) memberikan kepercayaan
kepada konselor dan memelihara komunikasi yang teratur dalam berbagai
bentuk, (b) memahami
dan merumuskan peran konselor, (c) menempatkan staf sekolah sebagai tim
atau mitra kerja.
2. Membebaskan
konselor dari tugas yang tidak relevan
Masih ada konselor sekolah yang diberi
tugas mengajar bidang studi, bahkan mengurus hal-hal yang tidak relevan dengan
bimbingan dan konseling, seperti menjadi petugas piket, perpustakaan, koperasi,
petugas tatib dsb. Tugas-tugas ini tidak relevan dengan latar belakang
pendidikan, dan tidak akan menjadikan bimbingan dan konseling dapat dilaksankan
secara profesional.
3. Mempertegas tanggung
jawab konselor
Sudah saatnya menegaskan bahwa bimbingan
dan konseling menjadi tanggung jawab dan kewenangan konselor. Sebutan guru
pembimbing sudah harus diganti dengan sebutan konselor (sebagaimana sudah
ditegaskan dalam UU No. 20/2003). Perlu ditegaskan bahwa konselor adalah orang
yang memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling dan memperoleh
latihan khusus sebagai konselor, dan memiliki lisensi untuk melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling. Pemberian kewenangan untuk melaksanakan layanan
bimbingan dan konseling didasarkan kepada lisensi dan kredensialisasi oleh
ABKIN, sesuai dengan perundangan dan peraturan yang berlaku. Kekuatan dan
eksistensin suatu profesi muncul dari kepercayaan publik. Untuk meningkatkan
kepercayaan publik yang perlu diperhatikan adalah memliliki kompetensi atau
keahlian khusus. Profesi dipersiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus,
profesi menggunakan standart kecakapan yang tinggi, diuji melalui pendidikan
yang formal terutama memasuki dunia kerja, kompetensi dilakukan periodik, dan
adanya perangkat aturan atau kode etik.
Masyarakat percaya bahwa layanan yang
diperlukannya hanya bisa diperoleh dari orang yang dianggap sebagai orang yang
berkompeten di bidangnya. Kepercayaan publik akan melanggengkan profesi, karena
di dalamnya terkandung keyakinan publik bahwa profesi dan para anggotanya itu :
a.
Memiliki kompetensi dan keahlian yang
disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus dalam standar kecakapan yang
tinggi. Kompetensi ini diuji melalui pendidikan formal atau ujian khusus
sebelum memasuki dunia praktik profesional.
b.
Ada perangkat aturan untuk mengatur
perilaku professional dan melindungi kesejahteraan publik. Aspek penting dalam hal
ini adalah kepercayaan :
1. Adanya kodifikasi perilaku uperviseal sebagai
aturan yang mengandung nilai keadilan dan kaidah-kaidah, perilaku professional
yang tidak semata-mata melindungi anggota profesi tetapi juga melindungi
kesejahteraan uperv.
2.
Anggota
profesi akan mengorganisasikan dan bekerja dengan berpegang pada standar
perilaku profesional. Diyakini bahwa seorang yang profesional akan menerima
tanggung jawab mengawasi dirinya sendiri, mampu melakukan self regulation.
Dua aspek penting dari self regulation yaitu melahirkan sendiri kode etik dan
standar praktek.
3. Anggota
profesi dimotivasi untuk melayani orang-orang dengan siapa mereka bekerja.
Setiap saat persepsi publik terhadap
profesi dapat berubah karena perilaku tidak etis, tidak profesional dan tidak
bertanggung jawab dari para anggotanya. Seorang konselor profesional mesti
menaruh kepedulian khusus terhadap konseli, karena konseli amat rawan untuk
dimanipulasi dan dieksploitasi.
Kode etik suatu profesi muncul sebagai
wujud self regulation dari profesi itu. Kode etik merupakan suatu aturan
yang melindungi profesi dari campur tangan pemerintahh, mencegah
ketidaksepakatan internal dalam suatu profesi dan melindungi atau mencegah para
praktisi dari perilaku-perilaku malpraktik.
4.
Membangun standar upervise
Tidak
terpenuhinya standar yang diharapkan untuk melakukan supervisi bimbingan dan
konseling membuat layanan tersebut terhambat dan tidak efektif. Supervisi yang
dilakukan oleh orang yang tidak memahami atau tidak berlatar belakang bimbingan
dan konseling bisa membuat perlakuan supervisi bimbingan dan konseling
disamakan dengan perlakuan supervisi terhadap guru bidang studi. Akibatnya
balikan yang diperoleh konselor dari pengawas bukanlah hal-hal yang substantif
tentang kemampuan bimbingan dan konseling melainkan hal-hal teknis
administratif. Supervisi bimbingan dan konseling mesti diarahkan kepada upaya
membina keterampilan profesional konselor seperti :
memahirkan
keterampilan konseling, belajar bagaimana menangani isu kesulitan siswa,
mempraktekan kode etik profesi, mengembangkan program komprehensif,
mengembangkan ragam intervensi psikologis, dan melakukan fungsi-fungsi relevan
lainnya.
2.2
Sifat
Dasar Konselor
Konselor
sebagai tenaga professional memiliki dua fungsi yakni membimbing dan melakukan
konseling. Dalam memberikan layanan bimbingan konselor memiliki sifat dasar
diantaranya mempunyai integritas, terampil, memiliki kemampuan menilai dan
memprediksi secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih dan berpengalaman
luas. Konselor juga perlu mempunyai karakteristik obyektif, menghormati dan
memahami individu, memahami dirinya sendiri, mampu mendengar dan menyimpan
rahasia, mempunyai rasa humor, memiliki kepribadian yang matang.
Disamping itu ada beberapa sifat yang menonjol pada diri konselor,
diantaranya: jujur, setia, sehat, berkepribadian baik, dan memiliki filsafat
hidup yang mantap. Konselor juga digambarkan sebagai orang yang memiliki
sifat-sifat feminin, seperti lembut, menyenangkan, suka member, tidak banyak
menuntut dan sebagainya. Rumusna yang diberikan ASCA tentang sifat dasar
pekerjaan konselor adalah sebagai “misi dengan keterkaitannya yang mendalam
terhadap nilai-nilai kemanusiaan”.
Konselor
memberikan pelayanan bantuan yang khusus (unik) secara nyata kepada konseli
(pelayanan konseling). Pelayanan dalam konseling diantaranya pemahaman atau
pandangan positif tentang klien, bersikap netral terhadap norma dan nilai
klien, menerima klien apa adanya, membina keakraban dengan klien, memahami
klien (terkait bahasa verbal dan nonverbal klien), empati, jujur, terbuka,
kemampuan berkomunikasi dan kemampuan memperhatikan. Disamping itu, konselor
juga mampu memberikan pelayanan profesional kepadan siswa, guru, orangtua.
Dalam menyelenggarakan pelayanan tersebut konselor disertai tanggungjawab
pribadi dalam menetapkan pertimbangan dan keputusan tentang apa yang akan
dilakukannya berkenaan dengan penyelenggaraan pelayanan profesional yang
dimaksud. Dalam bidang bimbingan, fungsi utama konselor le`bih terfokuskan pada
perencanaan, pelaksanaan, pengembangan dan penelitian layanan bimbingan bagi
para siswa. Dalam konseling, fungsi utama konselor membantu siswa melalui
hubungan konseling untuk mengentaskan permasalahan siswa.
2.3
Wawasan
Konselor
Wawasan
BK secara khusus meliputi: pemahaman tentang pengertian BK, visi misi BK,
bidang layanan BK, kode etik BK, kegiatan pendukung, dan bidang bimbingan BK.
Wawasan
kependidikan dan profesi konselor secara umum meliputi :
1.
Konselor wajib terus menerus berusaha mengembangkan dan
menguasai dirinya, ia wajib mengerti kekurangan-kekurangan dan
prasangka-prasangka pada dirinya sendiri, yang dapat mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain dan mengakibatkan rendahnya mutu pelayanan profesional serta
merugikan klien.
2.
Wawasan pedagogis dalam melaksanakan layanan profesional
konseling.
3.
Memahami dengan baik landasan-landasan keilmuan bimbingan dan
konseling.
4.
Menghayati kode etik dan proses pengambilan keputusan secara
etis.
5.
Mengetahui dengan baik standar dan prosedur legal yang relevan
dengan setting kerjanya.
6.
Aktif melakukan kolaborasi profesional dan mempelajari
literaturnya.
7.
Menunjukkan komitmen dan dedikasi pengembangan profesional dalam
berbagai setting dan kegiatan.
8.
Menampilkan sikap open minded dan profesional dalam menghadapi
permasalahan klien.
9.
Memantapkan prioritas (bidang layanan) profesionalnya.
10.
Mengorganisasikan kegiatan sebagai wujud prioritas
profesionalnya.
11.
Merumuskan perannya sendiri sesuai dengan setting dan situasi
kerja yang dihadapi.
2.4
Kredensialisasi Profesi Konselor
Kredensialisasi
merupakan penganugerahan kepercayaan kepada konselor profesional yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan memiliki kewenangan dan memperoleh lisensi
untuk menyelenggarakan layanan profesional secara independen kepada masyarakat maupun
di lembaga tertentu.
Pemberian
kewenangan yang dimaksudkan itu dilakukan berdasarkan aturan kredensial yang
dikeluarkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Aturan kredensial itu meliputi
pemberian sertifikasi, akreditasi, dan lisensi.
1.
Sertifikasi
Memberikan
pengakuan bahwa seseorang telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pelayanan konseling pada jenjang dan jenis setting tertentu, setelah lulus uji
kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan tenaga profesi
konseling yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
2.
Akreditasi
Memberikan derajat penilaian terhadap kondisi yang telah dimiliki
oleh satuan pengembang dan/atau pelaksana konseling, seperti Program Studi
Bimbingan dan Konseling di LPTK, yang menyatakan kelayakan program satuan
pendidikan atau lembaga yang dimaksud. Keterlibatan ABKIN dalam melakukan
akriditasi dipandang penting karena ABKIN adalah institusi yang menetapkan
kompetensi nasional yang harus dicapai melalui program pendidikan konselor di
LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Dengan
sertifikasi dan akriditasi ini, pekerjaan bimbingan dan konseling akan menjadi
profesional karena hanya dilakukan oleh konselor yang telah tersertifikasi.
3.
Lisensi
Memberikan
ijin kepada tenaga profesi bimbingan dan konseling untuk melaksanakan praktik
pelayanan bimbingan dan konseling pada jenjang dan setting tertentu,
khususnya untuk praktik mandiri (privat). Lisensi diberikan oleh ABKIN atas
dasar permohonan yang bersangkutan, berlaku untuk masa waktu tertentu dan
dilakukan evaluasi secara periodik untuk menentukan apakah lisensi masih bisa
diberikan. Pemberian lisensi diberikan atas hasil
assessment nasional yang dilakukan ABKIN melalui BAKKN (Badan Akreditasi dan
Kredensialisasi Konselor Nasional). Seorang konselor tidak secara otomatis
memperoleh kredensialisasi kecuali atas dasar permohonan dan melakukan secara
nyata layanan profesi bagi masyarakat atau sekolah.
Sertifikasi, akreditasi,
dan lisendi diberikan kepada perorangan, kelompok, atau lembaga pengembang dan/atau
pelaksana konseling, yaitu
:
a.
Sertifikasi kepada
Sarjana (S-1) Konseling untuk bekerja pada setting pendidikan.
b. Lisensi kepada Konselor (umum dan spesialis) untuk membuka
praktik mandiri (privat).
c.
Sertifikasi kepada
Magister (S-2) dan Doktor (S-3) Konseling untuk menyelenggarakan kegiatan akademik (seperti mengajar, melatih,
dan meneliti) dalam bidang konseling.
d. Sertifikasi kepada alumni pelatihan konseling tertentu untuk
kegiatan-kegiatan khusus dalam bidang konseling.
e. Akreditasi kepada lembaga pendidikan konseling untuk
menyelenggarakan pendidikan tenaga profesi konseling, baik yang bersifat prajabatan maupun
dalam-jabatan.
f.
Akreditasi kepada lembaga
pelayanan konseling di masyarakat, untuk melakukan praktik pelayanan kepada
warga masyarakat luas, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lain.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bimbingan
konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik baik secara perorangan
maupun kelompok, agar mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bimbingan
pribadi, sosial, belajar dan karir, melalui berbagai jenis pelayanan dan
kegiatan pendukung berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dalam memberikan layanan bimbingan, konselor memiliki sifat
dasar diantaranya mempunyai integritas, terampil, memiliki kemampuan menilai
dan memprediksi secara tajam, standar personal yang tinggi, terlatih serta berpengalaman
luas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar