Kata resensi berasal dari
bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Kedua kata tersebut berarti melihat kembali, menimbang,
atau menilai.
Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Berbagai istilah tersebut mengacu
kepada hal yang sama yaitu mengulas sebuah buku, artinya merensensi buku untuk
memberikan penilaian terhadap buku itu sendiri. intinya membahas tentang isi
sebuah buku baik berupa fiksi (buku sastra, novel, dan puisi) maupun nonfiksi
(buku ilmiah, buku ilmu pengetahuan, dan buku umum).
Resensi buku merupakan salah satu informasi aktual tentang buku (biasanya
yang baru terbit) yang dimuat di media massa cetak surat kabar dan majalah.
informasi fisik (tampilan buku, judul, penulis/pengarang, penerjemah, penerbit,
cetakan, tebal buku) dan isi buku dapat diketahui dari resensi. Dari pengertian
tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku,
pembicaraan buku, dan ulasan buku.
Walaupun bukan merupakan menu utama surat kabar, majalah, resensi memiliki
kedudukan yang sama dengan informasi lain yang terdapat di media massa cetak.
Informasi tentang buku baru, buku yang baik, buku yang unik, merupakan berita
sekaligus opini yang dibutuhkan masyarakat.
Angka statistik menunjukan sebanyak 250 surat kabar di seluruh daratan
Amerika secara tetap menyediakan ruangan khusus bagi resensi buku. Demikian
pula di Indonesia, meskipun harus berbagi dengan resensi pagelaran dan musik,
Kompas memuat tiga sampai lima resensi buku dua minggu sekali. Kedaulatan
Rakyat memuat tiga resensi buku setiap hari Minggu. Surat kabar lain
menyediakan rubrik resensi buku pada hari Jumat, Sabtu.
Kecenderungan pilihan
terhadap hari pemuatan resensi Jumat, Sabtu, Minggu di Indonesia juga merupakan
salah satu indikator bahwa resensi dianggap berita atau artikel ringan. Sebagai
artikel ringan, redaktur menempatkannya pada hari-hari kerja yang pendek di
akhir minggu bahkan di hari libur seperti hari Minggu. Ada pun berdasarkan beberapa pendapat
tersebut penulis menyimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas
isi sebuah buku, kelemahan, dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada
masyarakat pembaca.
Resensi buku yang
menjadi bagian tidak terpisahkan dari media massa
cetak di Indonesia
sebagai produk budaya menulis secara kritis dan evaluatif merupakan perwujudan
minat baca sekaligus pemicu minat baca. Penulis resensi adalah pembaca yang
baik sehingga mampu melakukan penilaian terhadap buku yang dibacanya. Di sisi lain, kehadiran resensi buku di berbagai
media massa cetak mampu merangsang serta memicu minat baca.
Pertama kali membaca resensi mungkin karena tertarik terhadap judulnya.
Lead resensi buku berjudul Pendidikan Awa1 "Economics of Corruption"
pada Kompas Minggu, 13 Maret 2005 bercerita tentang Umar Bakri seorang guru
yang tidak jauh dari figur balada seorang guru yang bernasib malang versi Iwan
Fals yang populer di awal tahun 1980-an. Umar yang karena minimnya penghasilan
sebagai guru harus nyambi mengajar les privat di sana sini untuk mencari
tambahan, dihadapkan pada pertanyaan kritis siswanya tentang korupsi waktu.
Apakah murid dan guru yang membolos atau terlambat masuk sekolah dapat
digolongkan sebagai korupsi waktu? Pertanyaan dilematis yang bisa menjadi
bumerang bagi Umar yang sering terlambat dan membolos sebagaimana rekan-rekan
kerja dan juga siswanya, tidak dijawab Umar. Umar juga kuatir pembahasan
tentang korupsi waktu nyerempet anggota legislatif yang terlambat atau membolos
siding.
Diawali dengan kisah Umar Bakri, resensi terhadap buku yang berjudul
Teaching Integrity to Youth Examples from 11 Countries cukup menggelitik dan
merangsang rasa ingin tahu pembaca. Resensi buku tersebut cukup untuk mengajak
kita para guru dan dosen untuk melakukan introspeksi apakah kita termasuk
manusia yang korupsi? Karena korupsi tidak hanya terbatas pada uang dan jasa.
Dan ada pun tujuan resensi buku terutama memberikan informasi tentang
hal-hal yang ditulis dan dibahas. Kemudian memberikan pertimbangan kepada
pembaca tentang keunggulan maupun kelemahan buku tersebut, serta memberikan
jawaban terhadap siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu?, adakah
kaitannya dengan karya-karya lain penulis tersebut. Bahkan untuk golongan
tertentu, membaca resensi merupakan panduan untuk memilih buku yang akan
dibeli/dibaca. Yang paling ekstrim adalah mereka yang mengandalkan resensi buku
sebagai sumber informasi.
Sebagaimana menulis jenis karangan lainnya, Gorys Keraf mengemukakan tujuan
menulis resensi sebagai berikut: ”…menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah
buku atau hasil karya sastra patut mendapat sambutan dari masyarakat atau
tidak?” Lebih jauh Daniel Samad mengemukakan tujuan penulisan resensi yang
meliputi 4 tujuan antara lain:
1.
Memberikan
informasi atau pemahaman tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah
buku.
2.
Mengajak
pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena
atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
3.
Memberikan
pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari
masyarakat atau tidak.
4.
Menjawab
pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit, seperti:
siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu, bagaimana hubungannya dengan
buku-buku sejenis karya pengarang yang sama, dan bagaimana hubungannya dengan
buku sejenis karya pengarang lain?
Menulis sebuah resensi
tidaklah mudah, untuk melakukan kegiatan ini diperlukan beberapa persyaratan
seorang penulis. Menurut Brotowojoyo ada tiga syarat utama seorang penulis agar
mampu menulis resensi antara lain :
1.
Penulis
harus memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Artinya, jika seorang penulis akan
meresensi sebuah buku novel, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang teori
novel dan perkembangannya. Hal ini diperlukan agar penulis dapat memberikan
perbandingan terhadap karya lain yang sejenis.
2.
Penulis
harus memiliki kemampuan analisis. Sebuah buku novel terdiri atas unsur
internal dan external.seorang penulis resensi harus mampu menggali unsur-unsur
tersebut.unsur tersebut dianalisis untuk dinilai kelayaknya. Kemampuan analisis
ini akan mengantarkan penulis kepada kemampuan menilai apakah sebuah buku layak
dibaca masyarakat atau tidak.
3.
Seorang
penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Artinya,
penulis akan membandingkan sebuah karya dengan karya lain yang sejenis. Dengan
demikian ia akan mampu menemukan kelemahan dan kekurangan sebuah karya
Dan ada beberapa tujuan penting mengapa resensi perlu
dibuat. Diantaranya sebagai berikut:
1.
Membantu
pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena
buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak
punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi,
pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu.
Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang
bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2.
Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang
diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat
buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai
buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau
dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat
buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi
terhadap sebuah buku. Disisi lain,
seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu
dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini…. begitu”
setelah membaca karya resensi.
3.
Mengetahui
latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi
Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi
tetap bisa mengacu pada halaman pengantar yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau
tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.
4.
Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan
penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi
yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa
adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah
ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang
sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5.
Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas
buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan
selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu
dari segi cara dan gaya
kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa
dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font
(jenis huruf) mutu cetakan.
Nah, untuk bisa
meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang
bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau.
Diantaranya;
1. Tahap Persiapan
a.
Memilih jenis buku. Tentu setiap orang
mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini
akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang
menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini
didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai
macam bidang sekaligus. Ini
terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang
orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru
tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang
sayur.
b. Usahakan
buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku
yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi
dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa
penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi
ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan
misalnya lewat blog (jurnal personal).
c. Membuat
anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh
formatnya sebagai berikut;
Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
2. Tahap Pengerjaan
a.
Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal
penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi
pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi
seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan
informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran
yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.
b.
Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi
buku yang dimaksud. Dalam karya
resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
1) Informasi (anatomi) awal buku (seperti format
diatas).
2)
Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
3) Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar
isi buku.
4)
Memberikan
penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau
membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang
peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah
buku.
5)
Menonjolkan
sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
6)
Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
7)
Mengkoreksi
karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran
resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa,
tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
3. Tahap Publikasi
a.
Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan
kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti
syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang
aman bagi peresensi.
b.
Menyertakan cover halaman depan buku.
c.
Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku
yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang
sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk
menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas
mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi
buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia
karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa
berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.Menulis resensi buku, dengan
membangun budaya menulis berarti kita harus memiliki bekal budaya membaca. Kebiasaan menulis tidak mungkin terlaksana tanpa
kebiasaan membaca dengan baik dan kritis.
Kegiatan menulis tidak sesederhana menuliskan simbol-simbol grafis namun
jauh lebih kompleks. Tahap-tahap yang dilalui penulis ketika menulis wacana
menurut Syafii via Suroso, yaitu pra penulisan, penulisan dan revisi. Pada
tahap pra penulisan, penulis perlu meluaskan cakrawala wawasannya dengan
membaca berbagai macam informasi, baik dari buku, majalah, surat kabar, dari
televisi, radio atau pidato bahkan debat. Informasi-informasi tersebut dapat
memunculkan pokok persoalan, atau menjadi sumber rujukan bagi penulis pada saat
pembuatan outline. Pada tahap penulisan, penulis memerlukan bekal kemampuan
bahasa dan penalaran yang baik untuk menyusun dan memilih kata, kalimat,
paragraf menjadi wacana yang runtut serta mudah dipahami.
Pada tahap revisi penulis memerlukan pengetahuan tentang struktur karangan,
alur penalaran, kebahasaan termasuk ejaan. Pada tahap ini penulis harus
bertindak sebagai penyunting karyanya.Penulisan resensi buku, sebagai salah
satu wacana jurnalistik juga melalui proses tersebut. Oleh karena itu, penulis
resensi harus memiliki beberapa kecakapan dasar berupa kegemaran membaca
berbagai informasi, pengetahuan umum yang memadai tentang hal-hal terbaik yang
pernah dipublikasikan, serta pendirian yang tegas.
Di samping bekal kecakapan dasar itu serta pemahaman terhadap isi buku,
penulis resensi perlu memahami tujuan pengarang buku, tujuan meresensi buku
tersebut, latar belakang pembaca yang menjadi sasarannya, dan memahami
karakteristik media massa cetak yang memuat resensi tersebut.Meresensi buku
pada dasarnya melakukan penilaian terhadap buku. Menilai berarti menunjukkan
kelebihan dan kekurangan dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Agar dapat menilai buku dengan baik, penulis resensi harus memiliki pembanding
terhadap buku- buku sejenis dengan pengarang yang berbeda atau buku-buku yang
berbeda dari pengarang yang sama.Bond via Suhandang mengungkapkan
langkah-langkah yang harus ditempuh agar menghasilkan resensi (buku nonfiksi)
yang bagus.
Pertama, mengadakan orientasi terhadap pengarang dengan memenuhi rasa ingin
tahu pembaca tentang buku-buku lain yang pernah ditulis oleh pengarang. Apakah
buku itu sejalan dengan pekerjaan penulis dan apakah buku itu merupakan karya
baru.
Kedua, mengadakan orientasi terhadap subjeknya dengan menentukan apakah
buku itu tergolong sebagai hasil penelitian terbaru dalam bidangnya, atau
justru pemula di bidangnya. Hal lain yang perlu dipertimbangkan ialah indikasi
kemajuan dari karya pengarangnya yang lalu.
Meresensi buku sastra berbeda dengan meresensi buku nonfiksi. Buku sastra
yang identik dengan fiksi mempunyai dua lapis penilaian. Lapis pertama nilai
literer, dan lapis yang kedua ialah nilai kehidupan. Nilai literer terungkap
dari kegiatan apresiasi sastra, sedangkan nilai kehidupan terungkap melalui
kebutuhan masyarakat.
Sebelum meresensi buku sastra, penulis resensi terlebih dahulu melakukan
apresiasi. Penulis resensi harus memahami dan menikmati karya sastra tersebut
terlebih dahulu, baru kemudian dapat melakukan penilaian. Tentu saja hal ini
membutuhkan kecakapan tersendiri, karena apresiasi merupakan keterlibatan jiwa
dengan dominasi ranah afeksi. Pengapresiasi harus mampu berempati jika perlu mengidentifikasikan
diri pada peran tokoh-tokoh dalam cerita. Kemudian, penulis resensi harus mampu
menilai cara-cara penyajian yang dilakukan pengarang.
Bagaimana seorang pengarang/sastrawan menyusun lambang-lambang sehingga
mampu menyampaikan pengalaman sesuai dengan estetika karya sastra. Selanjutnya
penulis resensi menghubungkan relevansi pengalaman yang diperoleh dari karya
sastra dengan pengalaman hidup nyata. Setelah itu penulis resensi
menghubungkannya dengan kebutuhan masyarakat.
Wawasan penulis resensi buku sastra juga dituntut lebih luas dan jika perlu
mengglobal serta lintas sektoral. Artinya, jika karya sastra misalnya novel
yang diresensi ternyata diangkat ke layar lebar/difilmkan, penulis resensi
harus memberi porsi dada keduanya.Contohnya meresensi buku yang berjudul
"Persahabatan, Matahari Sebenarnya", di Kedaulatan Rakyat Minggu, 8
Mei 2005 diawali dengan lead yang cukup menarik karena persinggungan novel dan
film layar lebar.
Kita kembali dapat menyaksikan tontonan menarik ketika Rudy Soejarwo
berhasil menyelesaikan film "Mengejar Matahari". Film yang dibintangi
empat bintang berbakat itu (Winky, Udjo, Fauzi, Fedi Nuril) memang - cukup
sukses. Kesuksesan itu pula yang mendorong Titien
Wattimena sebagai scriptwriter untuk menulis novel adaptasi dari film tersebut.
Novel ini bercerita tentang persahabatan empat anak SMA yang tinggal di sebuah
kompleks rumah susun. Persahabatan yang mereka jalin sejak masa kanak-kanak itu
teras berlanjut hingga mereka dewasa dan berujung pada peristiwa yang cukup
menyakitkan.
Dari paragraf awal kita
bisa membaca bahwa novel "Mengejar Marahari" justru ditulis
berdasarkan film layar lebar. Lazimnya, novel diangkat ke layar lebar, namun
"Mengejar Matahari" justru sebaliknya. Penulis resensi buku sastra
akan menginformasikan alur cerita, jenis karya sastra novel, cerpen, serta
menunjukkan setting dan memberikan gambaran tentang rasa dan selera. Hal yang
tidak boleh dilupakan ialah memperkenalkan tokoh utama serta menyatakan opini
terhadap pandangan pengarang terhadap materinya.
A. Sistematika resensi
Sistematika
resensi atau bagian-bagian resensi dikenal juga dengan istilah unsur resensi.
Resensi yang merupakan salah satu bentuk tulisan jurnalistik populer tetap
mempunyai aturan-aturan penulisan. Aturan tersebut didasarkan pada unsur-unsur
yang membangun resensi buku. Setiap media massa mempunyai pola sendiri dalam
penulisan resensi. Akan tetapi, pola-pola tersebut tetap mengandung unsur-unsur
resensi pada umumnya. Daya tarik utama resensi buku terletak pada judul. Penulis
resensi yang cakap, juga harus pandai memilih judul yang benar-benar
mencerminkan isi resensi. Berbagai macam cara penentuan judul resensi dilakukan
penulis resensi agar pembaca tertarik dan membacanya. Unsur yang membangun
sebuah resensi menurut Samad adalah sebagai berikut:
1. Judul
Resensi
Judul
resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi harus jelas,
singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga harus
menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca. Sebab awal
keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul tulisan. Jika
judulnya menarik maka orang akan membaca tulisannya. Sebaliknya, jika judul
tidak menarik maka tidak akan dibaca. Namun perlu diingat bahwa judul yang
menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya, jangan sampai hanya menulis
judulnya saja yang menarik, sedangkan isi tulisannya tidak sesuai, maka tentu
saja hal ini akan mengecewakan pembaca.
2. Data Buku
Secara umum ada dua cara
penulisan data buku yang biasa ditemukan dalam penulisan resensi di media cetak
antara lain:
a.
Judul
buku, pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar),
penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
b.
Pengarang
(editor, penyuting, penerjemah, atau kata pengantar, penerbit, tahun terbit,tebal buku, dan harga buku.
3.
Pendahuluan
Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang
pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang
pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku
novel tersebut. Dapat pula diberikan berupa sinopsis novel tersebut.
4. Tubuh Resensi
Pada
bagian tubuh resensi ini penulis resensi (peresensi) boleh mengawali dengan
sinopsis novel. Biasanya yang dikemukakan pokok isi novel secara ringkas. Tujuan
penulisan sinopsis pada bagian ini adalah untuk memberi gambaran secara global
tentang apa yang ingin disampaikan dalam tubuh resensi. Jika sinopsisnya telah
diperkenalkan peresensi selanjutnya mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi
novel tersebut ditinjau dari berbagai sudut pandang-tergantung kepada kepekaan
peresensi.
5. Penutup
Bagian akhir resensi
biasanya diakhiri dengan sasaran yang dituju oleh buku itu. Kemudian diberikan
penjelasan juga apakah memang buku itu cocok dibaca oleh sasaran yang ingin
dituju oleh pengarang atau tidak. Berikan pula alasan-alasan yang logis.
Sementara itu, Romli
berpendapat bahwa resensi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan,
bagian isi, dan bagian penutup. Pada bagian penduluan, peresensi memberikan informasi
mengenai identitas buku yang meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun
terbitnya, jumlah halaman, dan harga buku jika diperlukan. Kemudian di bagian
kedua berisi ulasan tentang tema atau judul buku, paparan singkat isi buku
(mengacu kepada daftar isi) atau gambaran tentang keseluruhan isi buku, dan
informasi tentangl atar belakang serta tujuan penulisan buku tersebut.
Pada bagian ini juga
diulas mengenai gaya
penulisan, perbandingan buku itu dengan buku bertema sama karangan penulis lain
atau buku karangan penulis yang sama dengan tema lain. Pada bagian penutup
peresensi menilai bobot (kualitas) isi buku tersebut secara keseluruhan,
menilai kelebihan dan kekurangan buku tersebut, memberi kritik dan saran kepada
penulis dan penerbit menyangkut cover, judul, editing, serta memberi
pertimbangan kepada pembaca tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan
dimiliki.
B. Bagaimana
Meresensi Buku Novel?
Untuk meresensi novel terlebih dahulu kita harus memahami unsur-unsur
pembangun novel. Unsur pembangun novel tersebut antara lain sebagai berikut:
latar, perwatakan, cerita, alur, dan tema. Latar biasanya mencakup lingkungan
geografis, dimana cerita tersebut berlangsung. Latar juga dapat dikaitkan
dengan segi sosial, sejarah, bahkan lingkungan politik dan waktu. Perwatakan
artinya gambaran perilaku tokoh yang terdapat dalam novel. Pembaca harus dapat
menafsirkan perwatakan seorang tokoh. Cara penggambaran watak ini biasanya
bermacam-macam. Ada penggambaran watak secara deskriptif dan ada pula secara
ilustratif. Cerita novel bisa meliputi peristiwa secara fisik-seperti
perampokan, pembunuhan, dan kematian mendadak, namun juga peristiwa kejiwaan
yang biasanya berupa konflik batiniah pelaku. Alur berkenaan dengan kronologis
peristiwa yang disampaikan pengarang. Sedangkan tema merupakan kesimpulan dari
seluruh analisis fakta-fakta dalam cerita yang sudah dicerna.
Sebelum
menulis resensi perlu memahami terlebih dahulu langkah-langkah yang harus
ditempuh. Berkenaan dengan itu Samad
memberikan langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
1.
Penjajakan
atau pengenalaan terhadap buku yang akan diresensi, meliputi:
a.
Tema
buku yang diresensi, serta deskripsi buku.
b.
Siapa
penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan dimana diterbitkan, tebal (
jumlah bab dan halaman), format hingga harga.
c.
Siapa
pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan presentasi buku
atau karya apa saja yang ditulis sampai alasan mengapa ia menulis buku itu.
d.
Penggolongan
/ bidang kajian buku itu: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi,
sosiologi, filsafat, bahasa, sastra, atau lainnya.
2.
Membaca
buku yang akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti.
Peta permasalahan dalam buka itu perlu
dipahami dengan tepat dan akurat.
3.
Menandai
bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan
menentukan bagian-bagian yang dikutif untuk
dijadikan data;
4.Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan
diresensi;
5.Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut ini:
a.
Organisasi atau kerangka
penulisan: bagaimana hubungan antar
bagian
satu dengan lainnya, bagaimana sistematika, dan dinamikanya.
b. Isi pernyataan: bagaimana bobot idenya seberapa kuat analisanya,
bagaimana
kelengkapan penyajian datanya, dan bagaimana
kreativitaspemikirannya.
c. Bahasa: bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan,
bagaimana
pengunaan kalimat dan ketepatan pilihan kata didalamnya, terutama untuk buku
ilmiah.
Mengoreksi dan merevisi hasil
resensi atas dasar kriteria yang kita tentukan sebelumnya. Berbagai buku paket
mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga menganjurkan langkah-langkah
menulis resensi novel. Buku Berbahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis
Syamsudin menyarankan langkah-langkah menulis resensi novel sebagai berikut:
1)
Tuliskan
identitas buku pada awal tulisan;
2)
Kemukakan sinopsis atau
ringkasan novel tersebut;
3)
Kemukakan pembahasan
novel tersebut dilihat dari unsur-unsur pembentuknya. Tunjukkan kelebihan dan
kekurangan novel tersebut disertai bukti berupa kutipan-kutipan;
4)
Bagian akhir diisi
dengan simpulan, apakah novel itu cukup baik untuk dibaca serta siapa yang
layak membaca novel tersebut
Pendapat yang lebih ringkas tentang langkah
menulis resensi novel dikemukakan dalam buku paket lain yang ditulis Permadi
sebagai berikut:
1)
Pilihlah novel yang baru
diterbitkan, biasanya 3 tahun terakhir;
2)
Kemukakan identitas buku
novel secara singkat berkenaan dengan pengarang,tahun terbit, dan jumlah
halaman, serta katalog;
3)
Kemukakan garis besar
novel secara ringkat, kelebihan dan kekurangannya.
Pendapat lain tentang langkah
menulis resensi dikemukakan oleh Raharjo
sebagai berikut:
1)
Membaca contoh-contoh
resensi;
2) Menentukan buku yang akan diresensi;
3)
Membaca buku yang akan
diresensi secara teliti;
4) Mencatat hal-hal yang menarik dan yang tidak
menarik dari buku yang akan diresensi;
5)
Berlatih menyusun
resensi.
Berdasarkan
beberapa pendapat di atas penulis melihat banyak persamaan tentang
langkah-langkah penulisan resensi. Jika semua pendapat tersebut digabungkan
maka secara garis besar langkah menulis resensi terbagi atas tiga tahapan.
Tahapan menulis resensi adalah sebagai berikut:
1. Tahap
Persiapan meliputi:
a.
Membaca contoh-contoh
resensi;
b.
Menentukan
buku yang akan diresensi,
2. Tahap Pengumpulan data:
a. Membaca buku yang akan diresensi;
b. Menandai bagian-bagian yang akan dijadikan kutipan
sebagai data; dan
c. Menuliskan data-data penulisan resensi.
3. Tahap penulisan meliputi:
a. Menuliskan identistas buku;
b. Mengemukakan sinopsis novel;
c. Mengemukakan kelebihan dan kekurangan buku novel;
d. Mengemukakan sasaran pembaca; dan
e. Mengoreksi dan memperbaiki resensi berdasarkan
susunan kalimatnya, kohesi dan koherensi karangan, diksi, ejaan dan tanda
bacanya.
C. Lima Alasan Menulis Resensi!
1.
Sebagai
upaya mengikat makna. Dengan menulis kamu mengikat apa yang kamu baca. Dengan
mengikatnya maka kamu tidak akan cepat lupa pada hal-hal yang ada di buku itu.
2. Menulis resensi juga merupakan latihan yang baik
untuk mengapresiasi sebuah tulisan, dengan elemen-elemennya. Resensi tentu saja
bukan sekumpulan pujian terhadap satu buku. Resensi merupakan deretan kritikan
terhadap buku itu. Tapi dengan meresensinya maka kamu akan memikirkan baik
buruknya buku yang kamu baca, dengan lebih dalam. Yang pada berikutnya akan
memberimu masukan secara pribadi, kekurangan-kekurangan penulis yang tidak
boleh dibiarkan ada pada tulisanmu nanti, maupun mencoba mengambil
kelebihan-kelebihan si penulis, agar juga menjadi milikmu. Khususnya
jika kamu ingin menjadi seorang penulis.
3.
Menulis resensi seperti juga diary, surat pembaca, atau
blogging, merupakan latihan yang sangat baik untuk menulis. Dengan menulis resensi kamu belajar mengungkapkan
gagasan dengan lebih baik.
4.
Menulis
resensi, juga membantumu mengingat buku-buku apa yang telah kamu baca. Daripada
sekadar membaca, toh kamu sudah membeli buku itu, kenapa tidak sekalian menulis
apa kesanmu, apa yang bisa kamu ambil, apa protesmu tentang buku itu. Ini bisa
jadi cara baik untuk mengajak temanmu yang lain membaca. Apalagi kalau
diam-diam kamu punya koleksi resensi dari semua buku yang kamu baca.
5. Menulis resensi juga bisa pembelajaran untuk
bernalar dalam mentranskripsi teks yang sangat luas ke dalam teks lebih ringkas
dengan mengembangkan analisis prioritas terhadap teks yang akan diresensi. Dengan
demikian, kecerdasan otak kanan juga lebih terasah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar