Sabtu, 27 April 2013

RESENSI



Kata resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere atau recensere. Kedua kata tersebut berarti melihat kembali, menimbang, atau menilai. Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah recensie dan dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah review. Berbagai istilah tersebut mengacu kepada hal yang sama yaitu mengulas sebuah buku, artinya merensensi buku untuk memberikan penilaian terhadap buku itu sendiri. intinya membahas tentang isi sebuah buku baik berupa fiksi (buku sastra, novel, dan puisi) maupun nonfiksi (buku ilmiah, buku ilmu pengetahuan, dan buku umum).


Resensi buku merupakan salah satu informasi aktual tentang buku (biasanya yang baru terbit) yang dimuat di media massa cetak surat kabar dan majalah. informasi fisik (tampilan buku, judul, penulis/pengarang, penerjemah, penerbit, cetakan, tebal buku) dan isi buku dapat diketahui dari resensi. Dari pengertian tersebut muncul istilah lain dari kata resensi yaitu kata pertimbangan buku, pembicaraan buku, dan ulasan buku.
Walaupun bukan merupakan menu utama surat kabar, majalah, resensi memiliki kedudukan yang sama dengan informasi lain yang terdapat di media massa cetak. Informasi tentang buku baru, buku yang baik, buku yang unik, merupakan berita sekaligus opini yang dibutuhkan masyarakat.
Angka statistik menunjukan sebanyak 250 surat kabar di seluruh daratan Amerika secara tetap menyediakan ruangan khusus bagi resensi buku. Demikian pula di Indonesia, meskipun harus berbagi dengan resensi pagelaran dan musik, Kompas memuat tiga sampai lima resensi buku dua minggu sekali. Kedaulatan Rakyat memuat tiga resensi buku setiap hari Minggu. Surat kabar lain menyediakan rubrik resensi buku pada hari Jumat, Sabtu.
Kecenderungan pilihan terhadap hari pemuatan resensi Jumat, Sabtu, Minggu di Indonesia juga merupakan salah satu indikator bahwa resensi dianggap berita atau artikel ringan. Sebagai artikel ringan, redaktur menempatkannya pada hari-hari kerja yang pendek di akhir minggu bahkan di hari libur seperti hari Minggu. Ada pun berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan bahwa resensi adalah tulisan ilmiah yang membahas isi sebuah buku, kelemahan, dan keunggulannya untuk diberitahukan kepada masyarakat pembaca.
Resensi buku yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari media massa cetak di Indonesia sebagai produk budaya menulis secara kritis dan evaluatif merupakan perwujudan minat baca sekaligus pemicu minat baca. Penulis resensi adalah pembaca yang baik sehingga mampu melakukan penilaian terhadap buku yang dibacanya. Di sisi lain, kehadiran resensi buku di berbagai media massa cetak mampu merangsang serta memicu minat baca.
Pertama kali membaca resensi mungkin karena tertarik terhadap judulnya. Lead resensi buku berjudul Pendidikan Awa1 "Economics of Corruption" pada Kompas Minggu, 13 Maret 2005 bercerita tentang Umar Bakri seorang guru yang tidak jauh dari figur balada seorang guru yang bernasib malang versi Iwan Fals yang populer di awal tahun 1980-an. Umar yang karena minimnya penghasilan sebagai guru harus nyambi mengajar les privat di sana sini untuk mencari tambahan, dihadapkan pada pertanyaan kritis siswanya tentang korupsi waktu.
Apakah murid dan guru yang membolos atau terlambat masuk sekolah dapat digolongkan sebagai korupsi waktu? Pertanyaan dilematis yang bisa menjadi bumerang bagi Umar yang sering terlambat dan membolos sebagaimana rekan-rekan kerja dan juga siswanya, tidak dijawab Umar. Umar juga kuatir pembahasan tentang korupsi waktu nyerempet anggota legislatif yang terlambat atau membolos siding.
Diawali dengan kisah Umar Bakri, resensi terhadap buku yang berjudul Teaching Integrity to Youth Examples from 11 Countries cukup menggelitik dan merangsang rasa ingin tahu pembaca. Resensi buku tersebut cukup untuk mengajak kita para guru dan dosen untuk melakukan introspeksi apakah kita termasuk manusia yang korupsi? Karena korupsi tidak hanya terbatas pada uang dan jasa.
Dan ada pun tujuan resensi buku terutama memberikan informasi tentang hal-hal yang ditulis dan dibahas. Kemudian memberikan pertimbangan kepada pembaca tentang keunggulan maupun kelemahan buku tersebut, serta memberikan jawaban terhadap siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu?, adakah kaitannya dengan karya-karya lain penulis tersebut. Bahkan untuk golongan tertentu, membaca resensi merupakan panduan untuk memilih buku yang akan dibeli/dibaca. Yang paling ekstrim adalah mereka yang mengandalkan resensi buku sebagai sumber informasi.
Sebagaimana menulis jenis karangan lainnya, Gorys Keraf mengemukakan tujuan menulis resensi sebagai berikut: ”…menyampaikan kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya sastra patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak?” Lebih jauh Daniel Samad mengemukakan tujuan penulisan resensi yang meliputi 4 tujuan antara lain:
1.    Memberikan informasi atau pemahaman tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.
2.    Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.
3.    Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
4.    Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit, seperti: siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu, bagaimana hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama, dan bagaimana hubungannya dengan buku sejenis karya pengarang lain?
Menulis sebuah resensi tidaklah mudah, untuk melakukan kegiatan ini diperlukan beberapa persyaratan seorang penulis. Menurut Brotowojoyo ada tiga syarat utama seorang penulis agar mampu menulis resensi antara lain :
1.    Penulis harus memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Artinya, jika seorang penulis akan meresensi sebuah buku novel, maka ia harus memiliki pengetahuan tentang teori novel dan perkembangannya. Hal ini diperlukan agar penulis dapat memberikan perbandingan terhadap karya lain yang sejenis.
2.    Penulis harus memiliki kemampuan analisis. Sebuah buku novel terdiri atas unsur internal dan external.seorang penulis resensi harus mampu menggali unsur-unsur tersebut.unsur tersebut dianalisis untuk dinilai kelayaknya. Kemampuan analisis ini akan mengantarkan penulis kepada kemampuan menilai apakah sebuah buku layak dibaca masyarakat atau tidak.
3.    Seorang penulis juga dituntut memiliki pengetahuan dalam acuan yang sebanding. Artinya, penulis akan membandingkan sebuah karya dengan karya lain yang sejenis. Dengan demikian ia akan mampu menemukan kelemahan dan kekurangan sebuah karya
Dan ada beberapa tujuan penting mengapa resensi perlu dibuat. Diantaranya sebagai berikut:
1.    Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya.
2.    Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini…. begitu” setelah membaca karya resensi.
3.    Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal.
4.    Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya.
5.    Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan.
Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya;

1. Tahap Persiapan
a. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur.
b. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal).
c. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut;
Judul Karya Resensi
Judul Buku :
Penulis :
Penerbit :
Harga :
Tebal :
2. Tahap Pengerjaan
a.    Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.
b.    Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal;
1)    Informasi (anatomi) awal buku (seperti format diatas).
2)    Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”.
3)    Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku.
4)    Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku.
5)    Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya.
6)     Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca.
7)    Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut.
3. Tahap Publikasi
a.    Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi.
b.    Menyertakan cover halaman depan buku.
c.    Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur.
Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.Menulis resensi buku, dengan membangun budaya menulis berarti kita harus memiliki bekal budaya membaca. Kebiasaan menulis tidak mungkin terlaksana tanpa kebiasaan membaca dengan baik dan kritis.
Kegiatan menulis tidak sesederhana menuliskan simbol-simbol grafis namun jauh lebih kompleks. Tahap-tahap yang dilalui penulis ketika menulis wacana menurut Syafii via Suroso, yaitu pra penulisan, penulisan dan revisi. Pada tahap pra penulisan, penulis perlu meluaskan cakrawala wawasannya dengan membaca berbagai macam informasi, baik dari buku, majalah, surat kabar, dari televisi, radio atau pidato bahkan debat. Informasi-informasi tersebut dapat memunculkan pokok persoalan, atau menjadi sumber rujukan bagi penulis pada saat pembuatan outline. Pada tahap penulisan, penulis memerlukan bekal kemampuan bahasa dan penalaran yang baik untuk menyusun dan memilih kata, kalimat, paragraf menjadi wacana yang runtut serta mudah dipahami.
Pada tahap revisi penulis memerlukan pengetahuan tentang struktur karangan, alur penalaran, kebahasaan termasuk ejaan. Pada tahap ini penulis harus bertindak sebagai penyunting karyanya.Penulisan resensi buku, sebagai salah satu wacana jurnalistik juga melalui proses tersebut. Oleh karena itu, penulis resensi harus memiliki beberapa kecakapan dasar berupa kegemaran membaca berbagai informasi, pengetahuan umum yang memadai tentang hal-hal terbaik yang pernah dipublikasikan, serta pendirian yang tegas.
Di samping bekal kecakapan dasar itu serta pemahaman terhadap isi buku, penulis resensi perlu memahami tujuan pengarang buku, tujuan meresensi buku tersebut, latar belakang pembaca yang menjadi sasarannya, dan memahami karakteristik media massa cetak yang memuat resensi tersebut.Meresensi buku pada dasarnya melakukan penilaian terhadap buku. Menilai berarti menunjukkan kelebihan dan kekurangan dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Agar dapat menilai buku dengan baik, penulis resensi harus memiliki pembanding terhadap buku- buku sejenis dengan pengarang yang berbeda atau buku-buku yang berbeda dari pengarang yang sama.Bond via Suhandang mengungkapkan langkah-langkah yang harus ditempuh agar menghasilkan resensi (buku nonfiksi) yang bagus.
Pertama, mengadakan orientasi terhadap pengarang dengan memenuhi rasa ingin tahu pembaca tentang buku-buku lain yang pernah ditulis oleh pengarang. Apakah buku itu sejalan dengan pekerjaan penulis dan apakah buku itu merupakan karya baru.
Kedua, mengadakan orientasi terhadap subjeknya dengan menentukan apakah buku itu tergolong sebagai hasil penelitian terbaru dalam bidangnya, atau justru pemula di bidangnya. Hal lain yang perlu dipertimbangkan ialah indikasi kemajuan dari karya pengarangnya yang lalu.
Meresensi buku sastra berbeda dengan meresensi buku nonfiksi. Buku sastra yang identik dengan fiksi mempunyai dua lapis penilaian. Lapis pertama nilai literer, dan lapis yang kedua ialah nilai kehidupan. Nilai literer terungkap dari kegiatan apresiasi sastra, sedangkan nilai kehidupan terungkap melalui kebutuhan masyarakat.
Sebelum meresensi buku sastra, penulis resensi terlebih dahulu melakukan apresiasi. Penulis resensi harus memahami dan menikmati karya sastra tersebut terlebih dahulu, baru kemudian dapat melakukan penilaian. Tentu saja hal ini membutuhkan kecakapan tersendiri, karena apresiasi merupakan keterlibatan jiwa dengan dominasi ranah afeksi. Pengapresiasi harus mampu berempati jika perlu mengidentifikasikan diri pada peran tokoh-tokoh dalam cerita. Kemudian, penulis resensi harus mampu menilai cara-cara penyajian yang dilakukan pengarang.
Bagaimana seorang pengarang/sastrawan menyusun lambang-lambang sehingga mampu menyampaikan pengalaman sesuai dengan estetika karya sastra. Selanjutnya penulis resensi menghubungkan relevansi pengalaman yang diperoleh dari karya sastra dengan pengalaman hidup nyata. Setelah itu penulis resensi menghubungkannya dengan kebutuhan masyarakat.
Wawasan penulis resensi buku sastra juga dituntut lebih luas dan jika perlu mengglobal serta lintas sektoral. Artinya, jika karya sastra misalnya novel yang diresensi ternyata diangkat ke layar lebar/difilmkan, penulis resensi harus memberi porsi dada keduanya.Contohnya meresensi buku yang berjudul "Persahabatan, Matahari Sebenarnya", di Kedaulatan Rakyat Minggu, 8 Mei 2005 diawali dengan lead yang cukup menarik karena persinggungan novel dan film layar lebar.
Kita kembali dapat menyaksikan tontonan menarik ketika Rudy Soejarwo berhasil menyelesaikan film "Mengejar Matahari". Film yang dibintangi empat bintang berbakat itu (Winky, Udjo, Fauzi, Fedi Nuril) memang - cukup sukses. Kesuksesan itu pula yang mendorong Titien Wattimena sebagai scriptwriter untuk menulis novel adaptasi dari film tersebut. Novel ini bercerita tentang persahabatan empat anak SMA yang tinggal di sebuah kompleks rumah susun. Persahabatan yang mereka jalin sejak masa kanak-kanak itu teras berlanjut hingga mereka dewasa dan berujung pada peristiwa yang cukup menyakitkan.
Dari paragraf awal kita bisa membaca bahwa novel "Mengejar Marahari" justru ditulis berdasarkan film layar lebar. Lazimnya, novel diangkat ke layar lebar, namun "Mengejar Matahari" justru sebaliknya. Penulis resensi buku sastra akan menginformasikan alur cerita, jenis karya sastra novel, cerpen, serta menunjukkan setting dan memberikan gambaran tentang rasa dan selera. Hal yang tidak boleh dilupakan ialah memperkenalkan tokoh utama serta menyatakan opini terhadap pandangan pengarang terhadap materinya.
A.  Sistematika resensi
Sistematika resensi atau bagian-bagian resensi dikenal juga dengan istilah unsur resensi. Resensi yang merupakan salah satu bentuk tulisan jurnalistik populer tetap mempunyai aturan-aturan penulisan. Aturan tersebut didasarkan pada unsur-unsur yang membangun resensi buku. Setiap media massa mempunyai pola sendiri dalam penulisan resensi. Akan tetapi, pola-pola tersebut tetap mengandung unsur-unsur resensi pada umumnya. Daya tarik utama resensi buku terletak pada judul. Penulis resensi yang cakap, juga harus pandai memilih judul yang benar-benar mencerminkan isi resensi. Berbagai macam cara penentuan judul resensi dilakukan penulis resensi agar pembaca tertarik dan membacanya. Unsur yang membangun sebuah resensi menurut Samad adalah sebagai berikut:
1.   Judul Resensi
Judul resensi harus menggambarkan isi resensi. Penulisan judul resensi harus jelas, singkat, dan tidak menimbulkan kesalahan penafsiran. Judul resensi juga harus menarik sehingga menimbulkan minat membaca bagi calon pembaca. Sebab awal keinginan membaca seseorang didahului dengan melihat judul tulisan. Jika judulnya menarik maka orang akan membaca tulisannya. Sebaliknya, jika judul tidak menarik maka tidak akan dibaca. Namun perlu diingat bahwa judul yang menarik pun harus sesuai dengan isinya. Artinya, jangan sampai hanya menulis judulnya saja yang menarik, sedangkan isi tulisannya tidak sesuai, maka tentu saja hal ini akan mengecewakan pembaca.
2.   Data Buku
Secara umum ada dua cara penulisan data buku yang biasa ditemukan dalam penulisan resensi di media cetak antara lain:
a.    Judul buku, pengarang (editor, penyunting, penerjemah, atau kata pengantar), penerbit, tahun terbit, tebal buku, dan harga buku.
b.    Pengarang (editor, penyuting, penerjemah, atau kata pengantar, penerbit, tahun   terbit,tebal buku, dan harga buku.
3.    Pendahuluan
  Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku novel tersebut. Dapat pula diberikan berupa sinopsis novel tersebut.
4.    Tubuh Resensi
Pada bagian tubuh resensi ini penulis resensi (peresensi) boleh mengawali dengan sinopsis novel. Biasanya yang dikemukakan pokok isi novel secara ringkas. Tujuan penulisan sinopsis pada bagian ini adalah untuk memberi gambaran secara global tentang apa yang ingin disampaikan dalam tubuh resensi. Jika sinopsisnya telah diperkenalkan peresensi selanjutnya mengemukakan kelebihan dan kekurangan isi novel tersebut ditinjau dari berbagai sudut pandang-tergantung kepada kepekaan peresensi.
5.    Penutup
Bagian akhir resensi biasanya diakhiri dengan sasaran yang dituju oleh buku itu. Kemudian diberikan penjelasan juga apakah memang buku itu cocok dibaca oleh sasaran yang ingin dituju oleh pengarang atau tidak. Berikan pula alasan-alasan yang logis.
Sementara itu, Romli berpendapat bahwa resensi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Pada bagian penduluan, peresensi memberikan informasi mengenai identitas buku yang meliputi judul, penulis, penerbit dan tahun terbitnya, jumlah halaman, dan harga buku jika diperlukan. Kemudian di bagian kedua berisi ulasan tentang tema atau judul buku, paparan singkat isi buku (mengacu kepada daftar isi) atau gambaran tentang keseluruhan isi buku, dan informasi tentangl atar belakang serta tujuan penulisan buku tersebut.
Pada bagian ini juga diulas mengenai gaya penulisan, perbandingan buku itu dengan buku bertema sama karangan penulis lain atau buku karangan penulis yang sama dengan tema lain. Pada bagian penutup peresensi menilai bobot (kualitas) isi buku tersebut secara keseluruhan, menilai kelebihan dan kekurangan buku tersebut, memberi kritik dan saran kepada penulis dan penerbit menyangkut cover, judul, editing, serta memberi pertimbangan kepada pembaca tentang perlu tidaknya buku tersebut dibaca dan dimiliki.
B.  Bagaimana Meresensi Buku Novel?
Untuk meresensi novel terlebih dahulu kita harus memahami unsur-unsur pembangun novel. Unsur pembangun novel tersebut antara lain sebagai berikut: latar, perwatakan, cerita, alur, dan tema. Latar biasanya mencakup lingkungan geografis, dimana cerita tersebut berlangsung. Latar juga dapat dikaitkan dengan segi sosial, sejarah, bahkan lingkungan politik dan waktu. Perwatakan artinya gambaran perilaku tokoh yang terdapat dalam novel. Pembaca harus dapat menafsirkan perwatakan seorang tokoh. Cara penggambaran watak ini biasanya bermacam-macam. Ada penggambaran watak secara deskriptif dan ada pula secara ilustratif. Cerita novel bisa meliputi peristiwa secara fisik-seperti perampokan, pembunuhan, dan kematian mendadak, namun juga peristiwa kejiwaan yang biasanya berupa konflik batiniah pelaku. Alur berkenaan dengan kronologis peristiwa yang disampaikan pengarang. Sedangkan tema merupakan kesimpulan dari seluruh analisis fakta-fakta dalam cerita yang sudah dicerna.
Sebelum menulis resensi perlu memahami terlebih dahulu langkah-langkah yang harus ditempuh. Berkenaan dengan itu Samad memberikan langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
1.    Penjajakan atau pengenalaan terhadap buku yang akan diresensi, meliputi:
a.    Tema buku yang diresensi, serta deskripsi buku.
b.    Siapa penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan dimana diterbitkan, tebal ( jumlah bab dan halaman), format hingga harga.
c.    Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan presentasi buku atau karya apa saja yang ditulis sampai alasan mengapa ia menulis buku itu.
d.   Penggolongan / bidang kajian buku itu: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, sastra, atau lainnya.
2.    Membaca buku yang akan diresensi secara menyeluruh, cermat, dan teliti.
     Peta permasalahan dalam buka itu perlu dipahami dengan tepat dan akurat.
3.    Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan
     menentukan bagian-bagian yang dikutif untuk dijadikan data;
4.Membuat sinopsis atau intisari dari buku yang akan diresensi;
5.Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut ini:
a.    Organisasi atau kerangka penulisan: bagaimana hubungan antar
     bagian satu dengan lainnya, bagaimana sistematika, dan dinamikanya.
b.    Isi pernyataan: bagaimana bobot idenya seberapa kuat analisanya,
bagaimana kelengkapan penyajian datanya, dan bagaimana
              kreativitaspemikirannya.
c.    Bahasa: bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan,
     bagaimana pengunaan kalimat dan ketepatan pilihan kata didalamnya, terutama untuk buku ilmiah.
Mengoreksi dan merevisi hasil resensi atas dasar kriteria yang kita tentukan sebelumnya. Berbagai buku paket mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia juga menganjurkan langkah-langkah menulis resensi novel. Buku Berbahasa dan Sastra Indonesia yang ditulis Syamsudin menyarankan langkah-langkah menulis resensi novel sebagai berikut:
1)    Tuliskan identitas buku pada awal tulisan;
2)    Kemukakan sinopsis atau ringkasan novel tersebut;
3)    Kemukakan pembahasan novel tersebut dilihat dari unsur-unsur pembentuknya. Tunjukkan kelebihan dan kekurangan novel tersebut disertai bukti berupa kutipan-kutipan;
4)    Bagian akhir diisi dengan simpulan, apakah novel itu cukup baik untuk dibaca serta siapa yang layak membaca novel tersebut
Pendapat yang lebih ringkas tentang langkah menulis resensi novel dikemukakan dalam buku paket lain yang ditulis Permadi sebagai berikut:
1)    Pilihlah novel yang baru diterbitkan, biasanya 3 tahun terakhir;
2)    Kemukakan identitas buku novel secara singkat berkenaan dengan pengarang,tahun terbit, dan jumlah halaman, serta katalog;
3)    Kemukakan garis besar novel secara ringkat, kelebihan dan kekurangannya.
     Pendapat lain tentang langkah menulis resensi dikemukakan oleh Raharjo  sebagai berikut:
1)    Membaca contoh-contoh resensi;
2)    Menentukan buku yang akan diresensi;
3)    Membaca buku yang akan diresensi secara teliti;
4)    Mencatat hal-hal yang menarik dan yang tidak menarik dari buku yang akan diresensi;
5)    Berlatih menyusun resensi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas penulis melihat banyak persamaan tentang langkah-langkah penulisan resensi. Jika semua pendapat tersebut digabungkan maka secara garis besar langkah menulis resensi terbagi atas tiga tahapan. Tahapan menulis resensi adalah sebagai berikut:
1.  Tahap Persiapan meliputi:
a.    Membaca contoh-contoh resensi;
b.    Menentukan buku yang akan diresensi,
2.  Tahap Pengumpulan data:
a.    Membaca buku yang akan diresensi;
b.    Menandai bagian-bagian yang akan dijadikan kutipan sebagai data; dan
c.    Menuliskan data-data penulisan resensi.
3.  Tahap penulisan meliputi:
a.    Menuliskan identistas buku;
b.    Mengemukakan sinopsis novel;
c.    Mengemukakan kelebihan dan kekurangan buku novel;
d.    Mengemukakan sasaran pembaca; dan
e.    Mengoreksi dan memperbaiki resensi berdasarkan susunan kalimatnya, kohesi dan koherensi karangan, diksi, ejaan dan tanda bacanya.

C.  Lima Alasan Menulis Resensi!

1.    Sebagai upaya mengikat makna. Dengan menulis kamu mengikat apa yang kamu baca. Dengan mengikatnya maka kamu tidak akan cepat lupa pada hal-hal yang ada di buku itu.
2.    Menulis resensi juga merupakan latihan yang baik untuk mengapresiasi sebuah tulisan, dengan elemen-elemennya. Resensi tentu saja bukan sekumpulan pujian terhadap satu buku. Resensi merupakan deretan kritikan terhadap buku itu. Tapi dengan meresensinya maka kamu akan memikirkan baik buruknya buku yang kamu baca, dengan lebih dalam. Yang pada berikutnya akan memberimu masukan secara pribadi, kekurangan-kekurangan penulis yang tidak boleh dibiarkan ada pada tulisanmu nanti, maupun mencoba mengambil kelebihan-kelebihan si penulis, agar juga menjadi milikmu. Khususnya jika kamu ingin menjadi seorang penulis.
3.    Menulis resensi seperti juga diary, surat pembaca, atau blogging, merupakan latihan yang sangat baik untuk menulis. Dengan menulis resensi kamu belajar mengungkapkan gagasan dengan lebih baik.
4.    Menulis resensi, juga membantumu mengingat buku-buku apa yang telah kamu baca. Daripada sekadar membaca, toh kamu sudah membeli buku itu, kenapa tidak sekalian menulis apa kesanmu, apa yang bisa kamu ambil, apa protesmu tentang buku itu. Ini bisa jadi cara baik untuk mengajak temanmu yang lain membaca. Apalagi kalau diam-diam kamu punya koleksi resensi dari semua buku yang kamu baca.
5.    Menulis resensi juga bisa pembelajaran untuk bernalar dalam mentranskripsi teks yang sangat luas ke dalam teks lebih ringkas dengan mengembangkan analisis prioritas terhadap teks yang akan diresensi. Dengan demikian, kecerdasan otak kanan juga lebih terasah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar