MIND MAP
MIND MAP
Setiap manusia lahir dengan segala potensi yang dimiliki,
termasuk potensi pikiran. Namun, pada praktik pembelajaran, penggunaannya masih
jauh dari optimal. Hal ini tercermin dari berbagai kesulitan yang muncul pada
pembelajaran, seperti kesulitan dalam memusatkan perhatian atau mengingat, yang
berujung pada rendahnya hasil pembelajaran. Dalam praktik pembelajaran di
sekolah, kondisi ini masih diperburuk oleh praktik pembelajaran yang keliru,
seperti pemberian tambahan pembelajaran baik di dalam maupun di luar sekolah.
Padahal proses tersebut, hanya dapat bermakna repetisi dari proses pembelajaran
sebelumnya dan tidak memberi nilai tambah bagi pemahaman
siswa. Pembelajaran tidak hanya terbatas pada membaca buku atau mendengar
pengajaran yang tidak memberi pemahaman. Menurut Yovan (2008), pembelajaran
melibatkan pemikiran yang bekerja yang bekerja secara asosiatif, sehingga dalam
setiap pembelajaran terjadi penghubungan antar satu informasi dengan informasi
yang lain. Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan penggunaan otak sebagai
pusat aktivitas mental mulai dari pengambilan, pemrosesan, hingga penyimpulan
informasi. Dengan demikian, pembelajaran merupakan proses sinergisme antara
otak, pikiran dan pemikiran untuk menghasilkan daya guna yang optimal.
Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, maka proses
pembelajaran harus menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Menurut Potter
(2002), ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, otak pada saat yang sama
harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan
menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah
mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai
dengan gambar, symbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang
bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi satu,
dihubungkan oleh logika, di atur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang
dapat dipahami.
Salah satu upaya yang dapat digunakan dalam membuat citra
visual dan perangkat grafis lainnya sehingga dapat memberikan kesan mendalam
adalah peta pikiran. Peta Pikiran merupakan teknik pencatat yang dikembangkan
oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset tentang cara kerja otak. Peta Pikiran
menggunakan pengingat visual dan sensorik alam suatu pola dari ide-ide yang
berkaitan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan
yang mudah. Oleh karena itu, proses pembelajaran seharusnya dapat menggunakan
teknik pencatatan peta pikiran sebagai salah satu cara belajar yang dapat
dilatihkan kepada siswa. Penggunaan Peta Pikiran (Mind Mapping) dalam
pembelajaran diarapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa.
Belajar
Berbasis Peta Pikiran
Belajar didefinisikan sebagai semua perubahan pada
kapabilitas dan perilaku organisme, baik secara mental maupun fisik, yang
diakibatkan oleh pengalaman (Yovan, 2008). Kemampuan belajar merupakan alat
andalan dalam mempertahankan kehidupan. Menurut Potter (2002), ada dua kategori
umum tentang bagaimana kita belajar, yaitu pertama, bagaimana
kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas), dan kedua cara
kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Dengan demikian,
cara belajar merupakan kombinasi dari bagaimana menyerap, lalu mengatur, dan
mengolah informasi.
Belajar
berbasis pada konsep Peta Pikiran (Mind Mapping) merupakan
cara belajar yang menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total-Mind
Learning (TML). Pada konteks TML, pembelajaran mendapatkan
arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat dan di setiap tempat semua
makhluk hidup di muka bumi belajar, karena belajar merupakan proses alamiah.
Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk
mempertahankan hidup.
Dari tinjauan Psikologis, belajar merupakan aktivitas
pemrosesan informasi, yang dapat diartikan sebagai proses pembentukan
pengetahuan (proses kognitif). Menurut Peaget, setiap anak memiliki skema (scheme) yang
merupakan konsep atau kerangka yang eksis di dalam pikiran individu yang
dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi. Sedangkan
menurut Vygotsky, kemampuan kognitif dimediasi dengan kata, bahasa, dan bentuk
diskursus, yang berfungsi sebagai alat psikologis untuk membantu dan
mentransformasi aktivitas mental (Santrock, 2007).
Fakta yang harus disadari, bahwa dunia pembelajaran bagi
anak saat ini dibanjiri dengan informasi yang up to date setiap
saat. Ketidakmampuan memroses informasi secara optimal di tengah arus informasi
menyebabkan banyak individu yang mengalami hambatan dalam belajar ataupun
bekerja. Menurut Yovan (2008), hambatan pemrosesan informasi terletak pada dua
hal utama, yaitu proses pencatatan dan proses penyajian kembali. Keduanya
merupakan proses yang saling berhubungan satu sama lain.
Dalam hal pencatatan, seringkali individu tanpa disadari
membuat catatan yang tidak efektif. Sebagian besar melakukan pencatatan secara
linear, bahkan tidak sedikit pula yang membuat catatan dengan menyalin langsung
seluruh informasi yang tersaji pada buku atau penjelasan lisan. Hal ini
mengakibatkan hubungan antaride/informasi menjadi sangat terbatas dan spesifik,
sehingga berujung pada minimnya kreativitas yang dapat dikembangkan setelahnya.
Selain itu, bentuk pencatatan seperti ini juga memunculkan kesulitan untu
mengingat dan menggunakan seluruh informasi tersebut dalam belajar atau bekerja
(Yovan, 2008).
Sedangkan dalam hal penyajian kembali informasi, kemampuan
yang paling dibutuhkan adalah memanggil ulang (recalling) informasi
yang telah dipelajari. Pemaggilan ulang merupakan kemampuan menyajikan secara
tertulis atau lisan berbagai informasi dan hubungannya, dalam format yang
sangat personal. Hal ini merupakan salah satu indikator pemahaman individu atas
informasi yang diberikan. Dengan demikian, proses pemanggilan ulang sangat erat
hubungannya dengan proses pengingatan atau remembering (Yovan,
2008).
Salah satu hal yang berperan dalam pengingatan adalah
asosiasi yang kuat antarinformasi dengan interpretasi dari informasi tersebut.
Kondisi ini, hanya bisa terjadi ketika informasi tersebut memiliki representasi
mental di pikiran. Contohnya, jika seseorang ingin mengingat “mobil”,
maka sebelumnya ia perlu merepresentasikan mobil dalam pikirannya,
mungkin berupa gambar, merek, harga atau kecepatan. Hubungan tersebut perlu
dipahami secara personal, sehingga setelahnya tercipta representasi mental yang
lebih mudah diingat.
Bentuk pencatatan yang dapat mengakomodir berbagai maksud di
atas adalah dengan Peta Pikiran (Mind Map). Dengan peta pikiran, individu
dapat mengantisipasi derasnya laju informasi dengan memiliki kemampuan mencatat
yang memungkinkan terciptanya “hasil cetak mental” (mental computer
printout). Hal ini tidak hanya dapat membantu dalam mempelajari informasi
yang diberikan, tapi juga dapat merefleksikan pemahaman personal yang mendalam
atas informasi tersebut. Selain itu Mind Mapping juga
memungkinkan terjadinya asosiasi yang lebih lengkap pada informasi yang ingin
dipelajari, baik asosiasi antarsesama informasi yang ingin dipelajari ataupun
dengan informasi yang telah tersimpam sebelumnya di ingatan (Yovan,
2008).
Busan
(1993) dalam Djohan (2008) mengemukakan, bahwa
A Mind Map® is powerful graphic technique which provides a universal key to
unlock the potential of the brain. It harnesses the full range of cortical
skills – word, image, number, logic, rhythm, colour and spatial awareness – in
a single, uniquely powerful manner. In so doing, it give you a freedom to roam
the infinite expanses of your brain. Dari pengertian tersebut, Johan (2008)
menyimpulkan bahwa Peta Pikiran merupakan suatu teknik grafik yang sangat ampuh
dan menjadi kunci yang universal untuk membuka potensi dari seluruh otak,
karena menggunakan seluruh keterampilan yang terdapat pada bagian neo-korteks
dari otak atau yang lebih dikenal sebagai otak kiri dan otak kanan.
Gambar
1. Display Mid Mapping (Sumber: Djohan, 2008)
Ditinjau dari segi waktu Mind Mapping juga
dapat mengefisienkan penggunaan waktu dalam mempelajari suatu informasi. Hal
ini utamanya disebabkan karena Mind Mapping dapat menyajikan gambaran
menyeluruh atas suatu hal, dalam waktu yang lebih singkat. Dengan kata lain,
Mind Mapping mampu memangkas waktu belajar dengan mengubah pola pencatatan
linear yang memakan waktu menjadi pencatatan yang efektif yang sekaligus
langsung dapat dipahami oleh individu.
Menurut
Yovan (2008), keutamaan metode pencatatan menggunakan Mind
Mapping, antara lain:
- tema
utama terdefenisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah.
- level
keutamaan informasi teridentifikasi secara lebih baik. Informasi yang
memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dengan tema utama.
- hubungan
masing-masing informasi secara mudah dapat segera dikenali.
- lebih
mudah dipahami dan diingat.
- informasi
baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan
struktur Mind Mapping, sehingga mempermudah proses pengingatan.
- masing-masing
Mind Mapping sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingatan.
- mempercepat
proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.
Mind Mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara
visual dan grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan
mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Berikut ini disajikan
perbedaan antara catatan tradisional (catatan biasa) dengan catatan pemetaan
pikiran (Mind Mapping).
Tabel
1. Perbedaan Catatan Biasa dan Mind Mapping
Catatan
Biasa
|
Mind
Mapping
|
hanya
berupa tulisan-tulisan saja
|
berupa
tulisan, symbol dan gambar
|
hanya
dalam satu warna
|
berwarna-warni
|
untuk
mereview ulang memerlukan waktu yang lama
|
untuk
mereview ulang diperlukan waktu yang pendek
|
waktu
yang diperlukan untuk belajar lebih lama
|
waktu
yang diperlukan untuk belajar lebih cepat dan efektif
|
Statis
|
membuat
individu menjadi lebih kreatif.
|
Dari
uraian tersebut, Mind Mapping adalah satu teknik mencatat yang
mengembangkan gaya belajar visual. Mind Mapping memadukan dan
mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan
adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk
mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun
secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan
otak dalam menyerap informasi yang diterima.Mind Mapping yang
dibuat oleh siswa dapat bervariasi pada setiap materi. Hal ini disebabkan
karena berbedanya emosi dan perasaan yang terdapat dalam diri siswa setiap
saat. Suasana menyenangkan yang diperoleh siswa ketika berada di ruang kelas
pada saat proses belajar akan mempengaruhi penciptaan peta pikiran. Dengan
demikian, guru diharapkan dapat menciptakan suasana yang dapat mendukung
kondisi belajar siswa terutama dalam proses pembuatan Mind Mapping.
Proses belajar yang dialami seseorang sangat bergantung kepada lingkungan
tempat belajar. Jika lingkungan belajar dapat memberikan sugesti positif, maka
akan baik dampaknya bagi proses dan hasil belajar, sebaliknya jika lingkungan
tersebut memberikan sugesti negatif maka akan buruk dampaknya bagi proses dan
hasil belajar.
Implementasi
Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran
Pembuatan
Peta Pikiran
Menurut
Djohan (2008), proses pembuatan sebuah Mind Mappig (MM) secara step by
step dapat dibagi menjadi empat langkah yang harus dilakukan secara
berurutan yaitu :
- Menentukan Central
Topic yang akan dibuatkan MM-nya, untuk buku pelajaran Central
Topik biasanya adalah Judul buku atau Judul bab yang akan dipelajari dan
harus diletakkan ditengah kertas serta usahakan berbentuk image/gambar.
- Membuat Basic
Ordering Ideas – BOIs untuk Central Topik yang telah dipilih,
BOIs biasanya adalah judul Bab atau Sub-Bab dari buku yang akan dipelajari
atau bisa juga dengan menggunakan 5WH (What, Why, Where,
When, Who dan How).
- Melengkapi
setiap BOIs dengan cabang-cabang yang berisi data-data
pendukung yang terkait. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting
karena pada saat inilah seluruh data-data harus ditempatkan dalam setiap
cabang BOIs secara asosiatif dan menggunakan struktur radian yang menjadi
ciri yang paling khas dari suatu MM.
- Melengkapi
setiap cabang dengan Image baik berupa gambar, simbol,
kode, daftar, grafik dan garis penghubung bila ada BOIs yang saling
terkait satu dengan lainnya. Tujuan dari langkah ini adalah untuk membuat
sebuah MM menjadi lebih menarik sehingga lebih mudah untuk dimengerti dan
diingat.
Dalam
membuat Mind Mapping, Tony Buzan telah menyusun sejumlah aturan
yang harus diikuti agar Mind Mapping yang dibuat dapat
memberikan manfaat yang optimal. Berikut adalah ringkasan dari Law of MM:
- Kertas: polos dengan ukuran minimal
A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal
(Landscape). Central Topic diletakkan ditengah-tengah kertas dan sedapat
mungkin berupa Image dengan minimal 3 warna.
- Garis: lebih tebal untuk BOIs dan
selanjutnya semakin jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus
melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan
panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis harus
tersambung ke pusat.
- Kata: menggunakan kata kunci saja
dan hanya satu kata untuk satu garis. Harus selalu menggunakan huruf cetak
supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang
yang semakin jauh dari pusat.
- Image: gunakan sebanyak mungkin
gambar, kode, simbol, grafik, table dan ritme karena lebih menarik serta
mudah untuk diingat dan dipahami. Kalau memungkinkan gunakan Image yang 3
Dimensi agar lebih menarik lagi.
- Warna: gunakan minimal 3 warna dan
lebih baik 5 – 6 warna. Warna berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang
harus mengikuti warna BOIs.
- Struktur: menggunakan struktur radian
dengan sentral topic terletak di tengah-tengah kertas dan selanjutnya
cabang-cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 2 – 7
buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam
1.
Gambar
2. Law of Mind Mapping (Sumber: Djohan, 2008)
Aplikasi
Mind Mapping dalam Pembelajaran
Dalam
tahap aplikasi, terdapat empat langkah yang harus dilakukan proses pembelajaran
berbasis Mind Mapping, yaitu:
- Overview:
Tinjauan Menyeluruh terhadap suatu topik pada saat proses pembelajaran
baru dimulai. Hal ini bertujuan untuk memberi gambaran umum kepada siswa
tentang topik yang akan dipelajari. Khusus untuk pertemuan pertama pada
setiap awal Semester, Overview dapat diisi dengan kegiatan untuk
membuat Master Mind Map® yang merupakan rangkuman dari
seluruh topik yang akan diajarkan selama satu Semester yang biasanya sudah
ada dalam Silabus. Dengan demikian, sejak awal siswa sudah mengetahui
topik apa saja yang akan dipelajarinya sehingga membuka peluang bagi siswa
yang aktif untuk mempelajarinya lebih dahulu di rumah atau di
perpustakaan.
- Preview: Tinjauan Awal merupakan
lanjutan dari Overview sehingga gambaran umum yang diberikan setingkat
lebih detail daripada Overview dan dapat berupa penjabaran lebih lanjut
dari Silabus. Dengan demikian, siswa diharapkan telah memiliki pengetahuan
awal yang cukup mengenai sub-topik dari bahan sebelum pembahasan yang
lebih detail dimulai. Khusus untuk bahan yang sangat sederhana, langkah
Preview dapat dilewati sehingga langsung masuk ke langkah Inview.
- Inview: Tinjauan Mendalam yang
merupakan inti dari suatu proses pembelajaran, di mana suatu topik akan
dibahas secara detail, terperinci dan mendalam. Selama Inview ini, siswa
diharapkan dapat mencatat informasi, konsep atau rumus penting beserta
grafik, daftar atau diagram untuk membantu siswa dalam memahami dan
menguasai bahan yang diajarkan.
- Review: Tinjauan Ulang dilakukan
menjelang berakhirnya jam pelajaran dan berupa ringkasan dari bahan yang
telah diajarkan serta ditekankan pada informasi, konsep atau rumus penting
yang harus diingat atau dikuasai oleh siswa. Hal ini akan dapat membantu
siswa untuk fokus dalam mempelajari-ulang seluruh bahan yang diajarkan di
sekolah pada saat di rumah. Review dapat juga dilakukan saat pelajaran
akan dimulai pada pertemuan berikutnya untuk membantu siswa mengingatkan
kembali bahan yang telah diajarkan pada pertemuan sebelumnya.
Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Peta Pikiran (Mind Mapping) terhadap
Hasil Belajar Siswa
Prestasi belajar adalah puncak hasil belajar yang dapat
mencerminkan keberhasilan belajar siswa terhadap pencapaian tujuan belajar yang
telah ditetapkan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). Salah satu tes
yang dapat melihat pencapaian hasil belajar siswa adalah dengan melakukan tes
prestasi belajar. Tes prestasi belajar yang dilaksanakan oleh siswa memiliki
peranan penting, baik bagi guru ataupun bagi siswa yang bersangkutan. Bagi
guru, tes prestasi belajar dapat mencerminkan sejauh mana materi pelajaran
dalam proses belajar dapat diikuti dan diserap oleh siswa sebagai tujuan
instruksional. Bagi siswa tes prestasi belajar bermanfaat untuk mengetahui
sebagai mana kelemahan-kelemahannya dalam mengikuti pelajaran.
Mind Mapping atau pemetaan pikiran merupakan salah satu teknik
mencatat tingkat tinggi. Informasi berupa materi pelajaran yang diterima siswa
dapat diingat dengan bantuan catatan. Peta pikiran merupakan bentuk catatan
yang tidak monoton karena memadukan fungsi kerja otak secara bersamaan dan
saling berkaitan satu sama lain. Dengan demikian, akan terjadi keseimbangan
kerja kedua belahan otak. Otak dapat menerima informasi berupa gambar, simbol,
citra, musik dan lain lain yang berhubungan dengan fungsi kerja otak
kanan.
Pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang memusatkan kegiatan belajar pada guru.
Siswa hanya duduk, mendengarkan dan menerima informasi. Cara penerimaan
informasi akan kurang efektif karena tidak adanya proses penguatan daya ingat,
walaupun ada proses penguatan yang berupa pembuatan catatan, siswa membuat
catatan dalam bentuk catatan yang monoton dan linear.
Penggunaan metode pembelajaran yang sesuai sangat menentukan
keberhasilan belajar siswa. Dengan metode pembelajaran yang sesuai, siswa dapat
mencapai prestasi belajar yang tinggi dan dapat mengembangkan potensi yang
tersimpan dalam dirinya. Proses belajar siswa sangat dipengaruhi oleh emosi di
dalam dirinya. Emosi dapat mempengaruhi pencapaian hasil belajar apakah
hasilnya baik atau buruk. Pembelajaran berbasis peta pikiran, berusaha
menggabungkan kedua belahan otak yakni otak kiri yang berhubungan dengan hal
yang bersifat logis (seperti belajar) dan otak kanan yang berhubungan dengan
keterampilan (aktivitas kreatif). Dengan demikian, adanya teknik Mind
Mapping atau pemetaan pikiran patut diduga dapat meningkatkan
pencapaian hasil belajar siswa.
Pengaruh
Mind Mapping terhadap Kreativitas Siswa
Kreativitas
adalah segala potensi yang terdapat dalam setiap diri individu yang meliputi
ide-ide atau gagasan-gagasan yang dapat dipadukan dan dikembangkan, sehingga
dapat menciptakan suatu produk yang baru dan bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya. Kreativitas muncul karena adanya motivasi yang kuat dari diri
individu yang bersangkutan. Produk dari kreativitas dapat dihasilkan melalui
serangkaian tahapan yang memerlukan waktu relatif lama. Secara efektif,
individu kreatif memiliki ciri rasa ingin tahu yang besar, tertarik terhadap tugas-tugas
majemuk yang dirasakan sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat
kesalahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman
baru.
Mind
Mapping dapat
menghubungkan ide baru dan unik dengan ide yang sudah ada, sehingga menimbulkan
adanya tindakan spesifik yang dilakukan oleh siswa. Dengan penggunaan warna dan
symbol-simbol yang menarik akan menciptakan suatu hasil pemetaan pikiran yang
baru dan berbeda. Pemetaan pikiran merupakan salah satu produk kreatif yang
dihasilkan oleh siswa dalam kegiatan belajar.
Sistem
limbik pada otak manusia memiliki peranan penting dalam penyimpanan dan
pengaturan informasi (memori) dari memori jangka pendek menjadi memori jangka
panjang secara tepat. Dalam proses belajar, siswa menginginkan materi pelajaran
yang diterima menjadi memori jangka panjang, sehingga ketika materi tersebut
diperlukan kembali siswa dapat mengingatnya. Belahan neocortex juga memiliki
peranan penting dalam penguatan memori. Belahan otak kiri yang berkaitan dengan
kata-kata, angka, logika, urutan, dan rincian (aktivitas kademik). Belahan otak
kanan berkaitan dengan warna, gambar, imajinasi, dan ruang atau disebut sebagai
aktivitas kreatif. Jika kedua belahan neocortex ini dipadukan secara bersamaan
maka informasi (memori) yang diterima dapat bertahan menjadi memori jangka
panjang.Mind Mapping merupakan teknik mencatat yang memadukan kedua belahan
otak. Sebagai contoh, catatan materi pelajaran yang dimiliki siswa dapat
dituangkan melalui gambar, simbol dan warna. Mind Mapping mewujudkan harapan
siswa untuk memori jangka panjang. Materi pelajaran yang dibuat dalam bentuk
peta pikiran akan mempermudah sistem limbik memproses informasi dan
memasukkannya menjadi memori jangka panjang.
Keuntungan lain penggunaan catatan Mind Mapping yaitu
membiasakan siswa untuk melatih aktivitas kreatifnya sehingga siswa dapat
menciptakan suatu produk kreatif yang dapat bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya. Hal lain yang berkaitan dengan sistim limbik yaitu peranaannya
sebagai pengatur emosi seperti marah, senang, lapar, haus dan sebagainya. Emosi
sangat diperlukan untuk menciptakan motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang
tinggi dapat menambah kepercayaan diri siswa, sehingga siswa tidak ragu dan
malu serta mau mengembangkan potensi-potensi yang terdapat dalam dirinya
terutama potensi yang berhubungan dengan kreativitas. Pemetaan pikiran adalah
salah satu produk kreatif bentuk sederhana yang dapat dikembangkan. Dengan
teknik mencatat pemetaan pikiran patut diduga bahwa kreativitas(sikap kreatif)
siswa akan meningkat.
Menurut Yovan (2008), aplikasi peta pikiran dapat
meningkatkan kreativitas individu maupun kelompok. Hal ini disebabkan karena
peta pikiran memungkinkan penggunaan unsure-unsur kreativitas seperti gambar,
bentuk, warna, dan lainnya dalam membentuk representasi mental. Selain itu,
peta pikiran juga mengakomodir berbagai sudut pandang yang berbeda dari
individu dan kelompok. Berbagai teknologi pikiran yang memacu kreativitas
seperti,brainwriting, brainwalking dan semantic intuition sangat
kompatibel dengan aplikasi peta pikiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar