A.
Pengertian
Bahasa
Bahasa adalah penggunaan kode Bahasa yang
merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk
membentuk kalimat yan memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi bahasa sebagai berikut:
1.
Satu
sistem untuk mewakili benda tindakan gagasan dan keadaan.
2.
Satu
peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka kedalam pikiran
orang lain.
3.
Satu kesatuan sistem
makna.
4.
Satu
kode yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan
makna.
5.
Satu
cabang yang menepati tata bahasa yang ditetapkan. Contoh: (perkataan, kalimat,
dan lain-lain).
6.
Satu
sistem tuntunan yang akan dipahami oleh masyarakat linguistik.
A. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Penelusuran perkembangan bahasa Indonesia bisa dimulai dari pengamatan
beberapa inskripsi (batu bertulis) atau prasasti yang merupakan bukti sejarah
keberadaan bahasa Melayu di kepulauan Nusantara. Prasasti-prasasti itu
mengungkapkan sesuatu yang menggunakan bahasa Melayu, atau setidak-tidaknya
nenek moyang bahasa Melayu. Nama-nama prasasti adalah:
1. Kedukan
Bukit (683 Masehi),
2. Talang
Tuwo (684 Masehi),
3. Kota Kapur (686 Masehi),
4. Karang
Brahi (686 Masehi),
5.
Gandasuli (832 Masehi),
6. Bogor (942 Masehi), dan
7.
Pagaruyung (1356) (Abas, 1987: 24)
Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu
Kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Melayu Kuno dan bahasa
Sanskerta.
1. Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di tepi
Sungai Tatang di Sumatera Sedlatan, yang bertahun 683 Masehi atau 605 Saka ini
dianggap prasasti yang paling tua, yang memuat nama Sriwijaya.
2. Prasasti Talang Tuwo, bertahun 684 Masehi atau
606 Saka, menjelaskan tentang konstruksi bangunan Taman Srikestra yang dibangun
atas perintas Hyang Sri-Jayanaca sebagai lambang keselamatan raja dan
kemakmuran negeri. Prasasti ini juga memuat berbagai mantra suci dan berbagai
doa untuk keselamatan raja.
3. Prasasti Kota
Kapur di Pulau Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi, keduanya bertahun 686
Masehi atau 608 Saka, isinya hampir sama, yaitu permohonan kepada Yang Maha
Kuasa untuk keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para penghianat dan
orang-orang yang memberontak kedaulatan raja. Juga berisi permohonan
keselamatan bagi mereka yang patuh, taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.
Selain berbagai prasasti tersebut, terdapat pula
beberapa catatan yang bisa dijadikan sumber informasi tentang asal-usul bahasa
Melayu. Sejarah kuno negeri Cina turut membuktikan tentang keberadaan bahasa
Melayu tersebut. Pada awal masa penyebaran agama Kristen, pengembara-pengembara
Cina yang berkunjung ke Kepulauan Nusantara menjumpai adanya berbagai lingua
franca yang mereka namai Kw’en Lun di Asia Tenggara. Salah satu di
antara Kw’en Lun itu oleh I Tsing diidentifikasi di dalam Chronicle-nya
sebagai bahasa Melayu.Untuk keperluan perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa
Indonesia, Traktat London (Perjanjian London) 1824 antara pemerintah Inggris
dan Belanda merupakan tonggak sejarah yang sangat penting. Sebab, pada traktat
itu antara lain berisi kesepakatan pembagian dua wilayah, yaitu:
a. Semenanjung Melayu dan Singapura beserta
pulau-pulau kecilnya
menjadi kekuasaan kolonial Inggris; dan
b. Kepulauan Nusantara (Kepulauan Sunda besar:
pulau-pulau Sumatera, Jawa, sebagian Borneo/kalimantan, dan Sulawesi;
Kepulauan Sunda kecil: pulau-pulau Bali, LOmbok, Flores, Sumbawa, Sumba,
sebagian Timor, dan lain-lain; Kepulauan
Maluku dan sebagian Irian) menjadi kekuasaan kolonial Belanda.
“Bahasa mereka, yaitu bahasa Melayu … bukan saja
digunakan di pantai-pantai Tanah Melayu, melainkan juga di seluruh India
dan di negeri-negeri sebelah timur. Di mana-mana pun bahasa ini dipahami oleh
setiap orang. Bahasa ini bagaikan bahasa Perancis atau bahasa Latin di Eropa,
atau senacan bahasa perantara di Itali atau di Levent. OLeh karena banyaknya
bahasa ini digunakan,maka seseorang yang mampu bertutur dalam bahasaMelatu akan
dapat dipahami orang baik dalam negeri Persia maupun Filipina.”
Untuk pembahasan ini kiranya perlu dibedakan
dengan jelas antara bahasa Melayu era Kerajaan Sriwijaya dan bahasa Melayu dari
sub-era Keraan Riau. Seperti disinggung sebelumnya bahwa bahasa Melayu era
Kerajaan Sriwijaya sangat dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Karena sifat
kekunoannya itu, banyak ahli bahasa menyebut bahasa pada era Kerajaan Sriwijaya
itu sebagai bahasa Melayu Kuno. Sementara itu, bahasa Melatu pada
sub-era Kerajaan Riau atau Kerajaan Melayu Riau sama sekali tidak sipengaruhi
oleh bahasa Sansekerta dan memiliki ciri khas tersendiri, yaitu Riau. Oleh
sebab itu, bahasa ini disebut “bahasa-bahasa Melayu Riau”. Terdapat tiga
periode dalam sub-era ini, seperti diuraikan berikut ini.Seperti telah
dikatakan sebelumnya, tentara kerajaan Majapahit menyerang Kerajaan Tumasik
yang memaksa pusat kekuasaannya dipindahkan ke Malaka di Semenanjung Malaya. Adat-istiadat dan bahasa yang dibawa dari Tmasik
dipertahankan, dan mulai saat itu dan seterusnya bahasa Melayu Riau berkembang
dan tersebar ke hampir seluruh penjuru Semenanjung Melaya.
Kerajaan Malaka
berkibar selama hampir 100 tahun. Lokasinya yang berada di pintu gerbang Selat
Malaka, yaitu rute lalu lintas pelayaran yang ramai dan penting yang
menghubungkan antara Asia Timur dan Asia Barat, antara Asia Timur dan Eropa,
antara Samudra India dan Laut Cina Selatan, dan antara Samudra India dan
Samudara Pasifik, Malaka merupakan pelabuhan yang paling sibuk di kawasan Asia
Yenggara pada waktu itu.
Pada peralihan abad ke-15, Malaka juga menjadi pusat penyebaran agama
Islam. Menjelmanya kota
itu menjadi pusat penyebaran agama Islam.Dengan demikian, Malaka menjadi pusat
dua kegiatan, yaitu perkembangan dan penyebaran bahasa Melayu, dan penyebaran
ajaran agama Islam. Sebenarnya, kedua kegiatan ini terlaksana secara bersamaan,
sebab para guru dan penganjur agama Islam, dalam melaksanakan misinya itu,
mengikuti perjalanan para pelaut dan pedagang, mempergunakan bahasa Melayu.
Pada tahun 1511, misionaris Portugis menyerang dan menaklukkan Malaka
yang memaksa dipindahkannya pusat kedua kegiatan tersebut. Pusat perkembangan
dan penyebaran bahasa Melayu, dan penyebaran ajaran agama Islam pindah ke
Johor. Meskipun Malaka dijadikan oleh Portugis sebagai pusat penyebaran agama
Kristen, namun peran sebagai pusat pengembangan dan penyebaran bahasa Melayu
tetap berlangsung. Berkat orang Portugis, penggunaan bahasa Melayu tidak
terbatas hanya di kawasan Asia Tenggara saja, melainkan meluas ke pusat-pusat
perdagangan di India
dan Cina Selatan. Sebagai bukti, Ar-Raniri, seorang pengarang dan teolog Islam
yang lahir dan besar di India
telah menguasai bahasa Melayu dengan baik ketika ia tiba di Aceh tahun 1637.
Hal ini hanya mungkin apabila bahasa Melayu telah banyak dipergunakan di
Gujarat pada masa itu (Alisjahbana dalam Fishman, 1974: 394).Bahasa Melayu
merambah jalannya juga ke benua Eropa dalam abad ke-16. Karena bahasa Malayulah
yang dipergunakan oleh para raja atau pangeran Malayu ketika berkomunikasi
dengan raja Portugis. Pada waktu yang sama, St. Francis Xavier mempergunakan
bahasa Melayu untuk mengajak penduduk Maluku memeluk agama Kristen. Xavier
sendiri mengatakan bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa yang dimengerti oleh
hampir setiap orang.
Pada tahun 1719 Raja Kecil, dari Istana Kerajaan Johor, dipaksa
memindahkan pusat kekuasaannya ke Ulu Riau, di Pulau Bintan, salah satu pulau
yang bergabung dalam Kepulauan Riau. Pemindahan ini merupakan permulaan dari
suatu periode dalam pengembangan dan penyebaran bahasa Melayu, yaitu periode
Kerjaan Riau dan Lingga. Dalamperiode inilah bahasa Melayu memperoleh ciri ke-Riau-annya,
dan bahasa Melayu Riau inilah yang merupakan cikal bakal bahasa Nasional
Indonesia yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.Periode
Kerajaan Riau dan Lingga tercatat mulai tahun 1719, ketika didirikan oleh Raja
Kecil, sampai dengan tahun 1913, ketika kerajaan itu dihapus oleh Pemerintah
Kolonial Belanda. Selama keberadaan kerajaan ini hampir 200 tahun lamanya, ada
tiga momentum yang penting sekali bagi perkembangan dan persebaran bahasa
Melayu Riau, yaitu tahun 1808, ketika Raja Ali Haji lahir; tahun 1857, ketika
Raja Ali Haji menyelesaikan bukunya yang berjudul Bustanul Katibin, suatu
tatabahasa normatif bahasa Melayu Riau; dan tahun 1894, ketika percetakan Mathba’atul
Riauwiyah atau Mathba’atul Ahmadiyah didirikan. Pengoperasian percetakan
Mathba’atul Riauwiyah ini sangat penting karena melalui buku-buku dan
pamflet-pamflet yang diterbitkannya, bahasa Melayu Riau tersebar ke daerah lain
di Kepulauan Nusantara. Yang lebih penting adalah usaha pembakuan bahasa Melayu
Riau sudah dimulai.Selama perang antara Perancis dan Inggris yang berlangsung
di Eropa, yang berakibat Negeri Belanda sempat diduduki Perancis beberapa
tahun, selama itu terjadi pula perang antara kekuasaan Inggris di Asia Tenggara
dan kekuasaan Belanda yang tunduk kepada Pemerintah Perancis di Kepulauan
Nusantara.Dari sudut pengembangan dan penyebaran bahasa Melayu, konflik antara
Inggris dan Belanda sangat penting, karena konfrontasi antarakedua kekuasaan
itu berakhir pada pembagian kawasan Kepulauan Nusantara menjadi dua,
berdasarkan variasi bahasa Melayu yang dipergunakan di kawasan itu, yaitu bahasa
Melayu Johor dan bahasa Melayu Riau.Bahasa Melayu Riau yang
merupakan bahasa ibu penduduk Kerajaan Riau dan Lingga dan pulau-pulau di
sekitarnya, berkembang dan menyebar dengan sangat pesat, sesuai dengan
keperluan masyarakat yang bersangkutan sebagai alat komunikasi lisan. Bahkan,
sejak berlakuknya Persetujuan London
atau TRaktat London, bahasa Melayu Riau mendapatkan status yang baik dalam
kesusastraan dunia. Berbagai karya kesusastraan yang cukup tinggi nilainya yang
ditulis oleh penutur asli bahasa Melayu Riau diterbitkan. Pada tahun 1857,
misalnya, Raja Ali Haji menerbitkan bukunya yang berjudul Bustanul Katibin, sebuah
buku tatabahasa normatif bahasa Melayu Riau. Buku tatabahasa ini selama
berpuluh-puluh tahun dipergunakan oleh sekolah-sekolah di wilayah Kerajaan Riau
dan Lingga, dan di Singapura. Pengarang-pengarang lain yang sezaman dengan Raja
Ali Haji, misalnya, Raja Ali Tengku Kelana, Abu Muhammad Adnan, dan lain-lain,
juga menerbitkan karya mereka.
Publikasi karya Raja Ali Haji dan pengarang lain dapat dianggap sebagai
upaya awal dalam proses pembakuan bahasa Melayu Riau. Bahkan, pada permulaan
abad ke-20 karya-karya ini dijadikan buku acuan oleh ahli-ahli bahasa Belanda.
Bahasa Melayu Riau yang sedang berkembang pesat dan tumbuh dengan sehat ini
oleh banyak ahli bahasa disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi.
Bahasa Melayu Riau mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini
disebabkan oleh masyarakat pribumi yang bersifat multi-etnik yang mempunyai
bahasa daerah sendiri-sendiri. Di samping itu, bahasa Melayu yang sejak dulu
menjadi lingua franca meningkat statusnya menjadi bahasa yang memiliki norma
supra-etnik dikuasai oleh hampir semua orang yang suka berlayar atau bepergian
ke mana-mana.
B. Beberapa peristiwa
penting menyangkut perkembangan
bahasa Melayu Riau dapat diungkapkan di bawah ini.
1. Tahun 1865 bahasa Melayu Riau diangkat oleh
pemerintah Kolonial
Hindia Belanda sebagai bahasa resmi kedua
mendampingi bahasa
Belanda. Pranan ke-lingua franca-an bahasa
Melayu semakin nyata
dan penting.
2. Tahun
1901 Charles van Ophuijsen menerbitkan bukunya
yang berjudul Kitab
logat Melajoe: Wondenlijst voor de Spelling der Maleische Taal
yang berisi sistem ejaan bahasa Melayu mempergunakan huruf Latin yang
bersifat fonemis. Sebelumnya bahasa Melayu Riau mempergunakan huruf Arab
(baiasa diistilahkan huruf Jawi) yang bersifat silabik sebagai sistem ejaan.
Sistem ejaan van Ophuijsen dengan huruf Latin dianggap lebih sesuai dengan
bahasa Melayu.
3. Tahun 1918 bahasa Melayu mulai dipergunakan
di dalam sidang-
sidangVolksraad
(Dewan Rakyat). Dengan demikian status bahasa Melayu meningkat menjadi bahasa
supraetnik melebihi bahasa-bahasa daerah lainnya.
4. Tahun 1920 bahasa Melayu menjadi bahasa
Balai Pustaka. Semua buku
hasil penerbitan Balai
Pusataka mempergunakan bahasa Melayu. Penyebaran bahasa Melayu ke pelosok
Nusantara semakin intensif. Semua sekolah dasar di desa-desa mempergunakan
bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Di samping itu, bahasa Melayu juga
menjadi bahasa para pejuang kemerdekaan Indonesia.
5. Pada
tanggal 28 Oktober 1928 bahasa Melayu dijadikan oleh para
peserta Kongres Pemoeda sebagai bahasa
persatuan yang tertuang pada butir ketiga Soempah Pemoeda yang
diikrarkannya.
6. Pada tahun 1933 bahasa Melayu menjadi bahasa
Poedjangga
Baroe sekelompok pegarang yang menerbitkan berbagai majalah dan buku.
7. Pada tahun 1938 Kongres bahasa Melayu (Indonesia)
di Solo. Kongres
ini meletakkan
dasar-dasar tentang pemakaian istilah bahasa Indonesia dan bukan bahasa Melayu
lagi.
8. Tahun 1942 – 1945 Kepulauan Nusantara
diduduki oleh
balatentara Jepang.
Bahasa Melayu menjadi satu-satunya bahasa pengantar pada semua jenjang
pendidikan.
9. Pada tanggal 17 Agustus 1945 proklamasi
kemerdekaan
Indonesia diumumkan ke seluruh dunia dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pasal … ayat … UUD 1945
memuat bahwa “Bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan resmi negara.” Sejak
itu bahasa Indonesia menjadi bahasa
Angkatan ‘45.
10. Tahun 1954 Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan. Kongres ini dihadiri
pula oleh utusan dari Semenanjung Malaya dan Singapura.
11. Tahun 1972 antara Republik Indonesia dan Negara Malaysia
tercapai persetujuan
di bidang kebudayaan. Masalah bahasa termasuk di dalamnya. Terbentuklah Majelis
Bahasa Indonesia dan Malaysia (MABIM).
12. Pada tanggal 16 Agustus 1972 diumumkan
pemberlakuan Ejaan
Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD) di Indonesia
dan di Malaysia.
Kenyataan ini menjadikan bahasa Melayu sebagai norma supra-nasional.
13. Pada tanggal 30
Agustus 1975 diumumkan pula pemberlakukan
tatacara pembentukan
istilah di Indonesia dan Malaysia.
Hal ini semakin memperkuat MABIM sehingga Nagara Brunai Darussalam dan Republik
Singapura tertarik untuk bergabung di dalam majelis bahasa ini.
14. Kongres Bahasa
Indonesia III dan seterusnya diselenggarakan secara
teratur setiap lima tahun. Kongres Bahasa
Indonesia VI tahun 1993 menghasilkan berbagai keputusan yang memperkuat
kedudukan bahasa Indonesia, baik sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional,
bahasa negara, bahasa resmi, maupu sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek).
15. Kerja sama
kebahasaan antara Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Negara Malaysia,
Negara Brunei Darussalam, dan Republik Singapura semakin kokoh. Keadaan ini
akan mengantar bahasa Melayu menjadi bahasa komunikasi luas di kawasan Asia
Tenggara untuk selanjutnya diharapkan menjadi salah satu bahasa dunia di dalam
abad ke-21.
Pada tahun 1956
terbentuk Negara Persekutuan Tanah Melayu. Peristiwa ini kemudian disusul
dengan terbentuknya Negara Malaysia, yang mencakup Serawak dan Sabah (North
Borneo), yang merdeka dan berdaulat, lepas dari kekuasaan Inggris. Setelah
kemerdekaan dicapai, bahasa Melayu di negara tersebut mulai memerankan
fungsinya sebagai bahasa resmi, bahasa negara, bahasa nasional, dan mengalami
perkembangan yang cukup pesat.Fenomena ini menunjukkan bahwa sampai saat ini
bahasa Melayu, baik yang sekarang menjadi bahasa Indonesia di Indonesia, bahasa
Melayu di Malaysia, bahasa … di Brunai, dan bahasa … di Singapura, tetap
berkembang dan menjalankan fungsinya sebagai alat komunikasi secara efektif.
Bahkan, secara de facto telah berperan sebagai bahasa komunikasi luas di
Asia Tenggara. Yang diperlukan adalah pengakuan dari internasional (lewat PBB)
bahwa bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa yang layak dipakai sebagai
bahasa komunikasi internasional atau dunia. Apabila harapan ini tercapai,
berarti secara de jure bahasa Melayu semakin mantap.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk lainnya, dapatlah kita
kemukakan bahwa pada zaman sriwijaya bahasa Melayu berfungsi sebagai berikut:
1. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan,
yaitu bahasa
buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan sastra.
2.
Bahasa
Melayu berfungsi sebagai bahasa perhubungan (lingua
franca) antarsuku di Indonesia.
3. Bahasa Melayu berfungsi sebagai bahasa
perdagangan,
terutama disepanjang pantai, baik bagi suku yang ada di
Indonesia maupun bagi pedagang-pedagang yang datang dari luar Indonesia.
C.
Peresmian
Nama Bahasa Indonesia
Bahasa
Indonesia dengan perlahan-lahan, tetapi pasti, berkembang tumbuh terus. Pada
waktu akhir-akhir ini perkembangannya itu menjadi demikian pesatnya sehingga
bahasa ini telah menjelma menjadi bahasa modern, yang kaya akan kosakata dan
mantap dalam struktur.
Pada tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda kita
mengikrarkan Sumpah Pemuda. Naskah Putusan Kongres Pemuda Indonesia Tahun 1928
itu berisi tiga butir kebulatan tekad sebagai berikut.
Pertama : Kami putra dan putri Indonesia mengaku
bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
Kedua : Kami putra dan putri Indonesia
mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.
Pernyataan yang pertama adalah pengakuan bahwa
pulau-pulau yang bertebaran dan lautan yang menghubungkan pulau-pulau yang
merupakan wilayah Republik Indonesia sekarang adalah satu kesatuan tumpah darah
yang disebut Tanah Air Indonesia. Pernyataan yang kedua adalah pengakuan bahwa
manusia-manusia yang menempati bumi Indonesia itu juga merupakan satu kesatuan
yang disebut bangsa Indonesia. Penyataan yang ketiga tidak merupakan pengakuan
“berbahasa satu”, tetapi merupakan pernyataan tekad kebahasaan yang menyatakan
bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan,yaitu bahasa
Indonesia.
Dengan diikrarkannya Sumpah
Pemuda, resmilah bahasa Melayu,yang sudah dipakai sejak pertengahan Abad VII
itu, menjadi bahasa Indonesia.
D.
Perkembangan
Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan bahasa Indonesia telah beberapa kali
mengalami perubahan. Adapun ejaan yang kita gunakan pada saat ini adalah Ejaan
yang Disempurnakan (EYD). Namun
sebelum itu telah digunakan beberapa ejaan yang lain.
1.
Ejaan
Van Ophuysen
Ejaan ini digunakan sejak tahun 1901 sampai Maret
1947 di Indonesia. Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin,
ciri-cirinya huruf “I” untuk membedakan antara huruf I sebagai akhiran dan
karenanya harus dengan diftong seperti
mulai dengan ramai, juga digunakan untuk huruf
“y” soerabaia. Huruf “j” untuk menuliskan kata-kata jang,pajah,sajang
dan sebagainya. Huruf “oe” untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe,oemoer, dan
sebagainya.
Tanda diakritik seperti koma,ain,dan tanda , untuk
menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dan sebagainya.
2.
Ejaan
Republik
Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 maret 1947
menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini
dikenal dengan nama Ejaan Soewandi.
Ciri-ciri:
a. Huruf “oe” diganti dengan “u” pada kata-kata guru,
itu, umur, dan sebagainya.
b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan “k”
pada kata-kata tak, pak, rakjat, dan sebagainya.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2,
seperti
kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an. Awalan di- dan
kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai
dengan kata yang mendampinginya.
3.
Ejaan
Melindo (Melayu Indonesia)
Di kenal pada tahun 1959, karena perkembangan
politik selama bertahun-tahun berikutnya diurungkanlah peresmian ejaan ini. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan
diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1972 oleh presiden Republik Indonesia.
Berdasarkan putusan presiden No. 57
tahun 1972.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar